Senin, 04 Mei 2020

MENGAPA KI AGENG MANGIR TIDAK TERTULIS DALAM BABAD TANAH JAWI



 ~Dalam babad tanah jawi sosok dari ki ageng mangir memang tidak di tulis, Kisah Ki Ageng Mangir hanya ada dalam Babad Mangir  Beliau adalah cucu Ki Ageng Wanabaya dari istri Putri saking Juwana. Dan Wanabaya adalah putra Arya Lembu Amisani, sodara Bhatara Katwang di Panaraga, Mereka adalah putra Brawijaya V atau kertawijaya.  Akan tetapi babad tanah jawi malah menyebut Arya Lembu Amisani bergelar Brawijaya III, beristri Retna Penjawi putri Arya  Lembu Sura Patih Surabaya (dlm Sajarah Banten disebut Lembu Sura adalah Patih Demak ( Prawata), mertua Arya Sumangsang alias Arya Jim bun atau Raden Patah sultan alam akbar I. Adapun  Nyai Pembayun diungsikan oleh kakeknya Ki Penjawi ke Pati, setelah Mangir suaminya tewas dibunuh di Mataram. Di Pati Pembayun melahirkan Bagus Wanabaya (tutur dari Depok)
Babad Mangir memang menyatakan Arya Lembu Amisani dan Bhatara Katong sebagai putra Brawijaya V. Tetapi dalam Babad Tanah Jawa, dari 100 lebih anak Brawijaya V, tak ada disebut nama Arya Lembu Amisani sebagai salah satu putranya. Namun Bhatara Katong ada tercatat sebagai putra Brawijaya V dalam babad tanah jawi,  Jadi Ki Ageng Mangir memang trah Brawijaya V menurut Babad Mangir. Tetapi tidak tercatat atau tidak diakui dlm Babad tanah jawi

    Anehnya babad tanah jawi justru meyebut Arya Lembu Amisani sebagai Brawijaya III, kakek Brawijaya V. Babad Mangir kisahkan pelarian Arya Lembu Amisani sampai di Ardi Kidul atau Gunung Kidul pasca Majapahit rumtuh. Di desa Dander beliau mangkat, Kemudian Wanabaya putranya pindah dari Dander ke Mangir, dan menurunkan dinasti Mangir di sana. Sementara Babad tanah jawi juga mengkisahkan pelarian Brawijaya V ke Ardi Kidul, dan mangkat di gunung Sawar. Sedang menurut tutur di desa. Ngobaran, Wonosari, Gunungkidul, di sana Brawijaya V pati obong. Ini sesuai nama desa itu Ngobaran, tempat untuk ngobar atau (ngaben) jenasah.

Jadi paska Majapahit jatuh, baik Brawijaya V, ataupun Arya Lembu Amisani, diteruskan Wanabaya yang menurunkan Mangir, tampaknya pindah di wilayah Gunungkidul, menempati wilayah Bhre Mataram dyah Wijayakarana. Dengan demikian Mangir inilah yang sebenarnya punya hak waris terhadap bumi Mataram. Kemudian muncullah Pemanahan yang tiba-tiba menyandang gelar Ki Ageng Mataram. Atas dasar apa dia peroleh gelar itu Kenapa tidak pake gelar Ki Ageng Mentaok,,,? sesuai nama hutan di mana dia tinggal. ?

Inilah maknanya jika pembunuhan atau kisah ki ageng manggir tidak di tulis dalam babad tanah jawi. Karna pihak keturunan Pemanahan menganggap merekalah yang trah Brawijaya, pemilik sah bumi Mataram.  Untuk itulah mereka membangun legitimasi lewat dongeng dalam Babad Tanah Jawi contoh dongeng itu sebagai berikut :         
    
   (1) Ki Pemanahan memperoleh bumi Mataram karna jasanya memenangkan sayembara menumpas pembrontakan Jipang, arya penangsang dengan sutawijaya atau jaka tingkir, dan tentunya pada masa itu jaka tingkir masih bocah kecil belum lagi baleg dan mengenal indahnya bercinta
                    
   (2)Ki Pemanahan meyandang gelar Ki Ageng Mataram, setelah menunggu 2 windu mendapatkan ijin Hadiwijaya jaka tingkir untuk babat alas Mentaok di bumi Mataram sebagai Panembahan di sana.
              
    (3) Kemudian dalam serat tilaranipun KPH. Poerwadiningrat, dalam buku Kagungandalem Pasareyan Hastana Kita Ageng Ngayogyakarta, dicritakan Pemanahan dapat menempati bumi Mataram setelah diperbolehkan oleh Panembahan Jayaprana putra Sunan Prawata, yang waktu itu telah napak tilas melaksanakan wirayat dari Prabu Satmata ing Giri Kedaton, menempati petilasan Ki Ageng Mataram pertama itu, Panembahan Jayaprana memberi ijin Pemanahan untuk menempati Mataram, asal dia sanggup menggendongnya sampe 10 onjotan. Tapi Pemanahan hanya sanggup sampai 2 onjotan saja. Oleh karna Pemanahan mau gendong Panembahan, meski hanya 2 onjotan saja, akhirnya Panembahan rela meninggalkan tempatnya dan di persilahkan Pemanahan yang menempatinya. Atas perkenannya maka saat Panembahan wafat dimakamkan di Kota Gede, di cungkup paling atas.

    (4) Lantas dalam serat milik KPH. Hamami Natadipura dari Babad Mataram Islam, oleh Kyai Ageng Walisuci, dicritakan Kyai Ageng Mataram Kapisan (satu) bernama Syeh Maulana Ahmad 'Mataram' Jumadil kubra (makamnya di Plawangan, dukuh. Turgo, Kaliurang, Yogya). Tokoh ini adalah cucu (Syeh Maulana Husein Jumadilkubra),  yang konon membuka hutan pertama kali di wilayah yang kemudian disebut Mataram setelah hutan itu dulu di tinggalkan oleh bhre mataram. Inilah orang dari Bani Ngasin yg pertama kali menginjak bumi Mataram. Maulana Ahmad Mataram adalah menantu Syeh Ngabdurrahman Nangkoda berjuluk Arya Tejalaku sebagai  Adipati Tuban yang beristri Retna Pamedarsih, putri Rara Mandar selir Prabu Bratana atau Raden Susuruh ratu Majapahit, Dengan putri Arya Tejalaku yaitu Wandan kuning sebagai istri, maka Maulana Ahmad Mataram berputra Syeh Maulana Ngabdurrahman Jumadilkubro, berjuluk
Bondan Kejawan alias Lembu Peteng.    

     (5) Dalam Babad tanah jawi disebut R. Susuruh seorang pangeran Pajajaran pendiri Majapahit, di sebelah selatan gunung Merapi, sebelah utara Pamantingan (Babad Tanah Jawi, Balai Pustaka 1939/41, Jilid 1, hal. 66). Pamantingan sekarang disebut Pamancingan di Parang tritis, Jogya.   Inilah klaim keturunan Sutawijaya terhadap bumi Mataram. Dalam babad tanah jawi sejarah Singasari, Ken Arok Ken Dedes dihilangkan, diganti semua dari trah Pajajaran. Dan dalam Pararaton terbitan 1613, disebut Ken Arok adalah perompak, anak maling. Inilah konspirasi penulisan babad yang terprogram secara jenius.


SALAM SEJARAH
PENULIS
Ir Djoko Wahjono ketua yayasan arga kencana, Bedah Sejarah Pati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar