~Dalam babad
tanah jawi sosok dari ki ageng mangir memang tidak di tulis, Kisah Ki Ageng Mangir hanya ada dalam Babad
Mangir Beliau adalah cucu Ki Ageng
Wanabaya dari istri Putri saking Juwana. Dan Wanabaya adalah putra Arya Lembu Amisani,
sodara Bhatara Katwang di Panaraga, Mereka adalah putra Brawijaya V atau
kertawijaya. Akan tetapi babad tanah
jawi malah menyebut Arya Lembu Amisani bergelar Brawijaya III, beristri Retna
Penjawi putri Arya Lembu Sura Patih
Surabaya (dlm Sajarah Banten disebut Lembu Sura adalah Patih Demak ( Prawata),
mertua Arya Sumangsang alias Arya Jim bun atau Raden Patah sultan alam akbar I.
Adapun Nyai Pembayun diungsikan oleh
kakeknya Ki Penjawi ke Pati, setelah Mangir suaminya tewas dibunuh di Mataram.
Di Pati Pembayun melahirkan Bagus Wanabaya (tutur dari Depok)
Babad Mangir
memang menyatakan Arya Lembu Amisani dan Bhatara Katong sebagai putra Brawijaya
V. Tetapi dalam Babad Tanah Jawa, dari 100 lebih anak Brawijaya V, tak ada disebut
nama Arya Lembu Amisani sebagai salah satu putranya. Namun Bhatara Katong ada
tercatat sebagai putra Brawijaya V dalam babad tanah jawi, Jadi Ki Ageng Mangir memang trah Brawijaya V menurut
Babad Mangir. Tetapi tidak tercatat atau tidak diakui dlm Babad tanah jawi
Anehnya babad tanah jawi
justru meyebut Arya Lembu Amisani sebagai Brawijaya III, kakek Brawijaya V.
Babad Mangir kisahkan pelarian Arya Lembu Amisani sampai di Ardi Kidul atau Gunung
Kidul pasca Majapahit rumtuh. Di desa Dander beliau mangkat, Kemudian Wanabaya
putranya pindah dari Dander ke Mangir, dan menurunkan dinasti Mangir di sana.
Sementara Babad tanah jawi juga mengkisahkan pelarian Brawijaya V ke Ardi
Kidul, dan mangkat di gunung Sawar. Sedang menurut tutur di desa. Ngobaran,
Wonosari, Gunungkidul, di sana Brawijaya V pati obong. Ini sesuai nama desa itu
Ngobaran, tempat untuk ngobar atau (ngaben) jenasah.
Jadi paska Majapahit jatuh, baik Brawijaya V,
ataupun Arya Lembu Amisani, diteruskan Wanabaya yang menurunkan Mangir,
tampaknya pindah di wilayah Gunungkidul, menempati wilayah Bhre Mataram dyah
Wijayakarana. Dengan demikian Mangir inilah yang sebenarnya punya hak waris
terhadap bumi Mataram. Kemudian muncullah Pemanahan yang tiba-tiba menyandang
gelar Ki Ageng Mataram. Atas dasar apa dia peroleh gelar itu Kenapa tidak pake
gelar Ki Ageng Mentaok,,,? sesuai nama hutan di mana dia tinggal. ?
Inilah maknanya jika pembunuhan atau kisah ki ageng manggir
tidak di tulis dalam babad tanah jawi. Karna pihak keturunan Pemanahan
menganggap merekalah yang trah Brawijaya, pemilik sah bumi Mataram. Untuk itulah mereka membangun legitimasi
lewat dongeng dalam Babad Tanah Jawi contoh dongeng itu sebagai berikut :
(1) Ki Pemanahan memperoleh bumi
Mataram karna jasanya memenangkan sayembara menumpas pembrontakan Jipang, arya
penangsang dengan sutawijaya atau jaka tingkir, dan tentunya pada masa itu jaka
tingkir masih bocah kecil belum lagi baleg dan mengenal indahnya bercinta
(2)Ki Pemanahan meyandang gelar Ki
Ageng Mataram, setelah menunggu 2 windu mendapatkan ijin Hadiwijaya jaka
tingkir untuk babat alas Mentaok di bumi Mataram sebagai Panembahan di
sana.
(3) Kemudian dalam serat tilaranipun
KPH. Poerwadiningrat, dalam buku Kagungandalem Pasareyan Hastana Kita Ageng Ngayogyakarta,
dicritakan Pemanahan dapat menempati bumi Mataram setelah diperbolehkan oleh
Panembahan Jayaprana putra Sunan Prawata, yang waktu itu telah napak tilas
melaksanakan wirayat dari Prabu Satmata ing Giri Kedaton, menempati petilasan
Ki Ageng Mataram pertama itu, Panembahan Jayaprana memberi ijin Pemanahan untuk
menempati Mataram, asal dia sanggup menggendongnya sampe 10 onjotan. Tapi
Pemanahan hanya sanggup sampai 2 onjotan saja. Oleh karna Pemanahan mau gendong
Panembahan, meski hanya 2 onjotan saja, akhirnya Panembahan rela meninggalkan
tempatnya dan di persilahkan Pemanahan yang menempatinya. Atas perkenannya maka
saat Panembahan wafat dimakamkan di Kota Gede, di cungkup paling atas.
(4) Lantas dalam serat milik KPH.
Hamami Natadipura dari Babad Mataram Islam, oleh Kyai Ageng Walisuci, dicritakan
Kyai Ageng Mataram Kapisan (satu) bernama Syeh Maulana Ahmad 'Mataram' Jumadil kubra
(makamnya di Plawangan, dukuh. Turgo, Kaliurang, Yogya). Tokoh ini adalah cucu (Syeh
Maulana Husein Jumadilkubra), yang konon
membuka hutan pertama kali di wilayah yang kemudian disebut Mataram setelah
hutan itu dulu di tinggalkan oleh bhre mataram. Inilah orang dari Bani Ngasin
yg pertama kali menginjak bumi Mataram. Maulana Ahmad Mataram adalah menantu
Syeh Ngabdurrahman Nangkoda berjuluk Arya Tejalaku sebagai Adipati Tuban yang beristri Retna Pamedarsih,
putri Rara Mandar selir Prabu Bratana atau Raden Susuruh ratu Majapahit, Dengan
putri Arya Tejalaku yaitu Wandan kuning sebagai istri, maka Maulana Ahmad
Mataram berputra Syeh Maulana Ngabdurrahman Jumadilkubro, berjuluk
Bondan Kejawan alias Lembu Peteng.
(5)
Dalam Babad tanah jawi disebut R. Susuruh seorang pangeran Pajajaran pendiri
Majapahit, di sebelah selatan gunung Merapi, sebelah utara Pamantingan (Babad
Tanah Jawi, Balai Pustaka 1939/41, Jilid 1, hal. 66). Pamantingan sekarang
disebut Pamancingan di Parang tritis, Jogya.
Inilah klaim keturunan Sutawijaya terhadap bumi Mataram. Dalam babad
tanah jawi sejarah Singasari, Ken Arok Ken Dedes dihilangkan, diganti semua
dari trah Pajajaran. Dan dalam Pararaton terbitan 1613, disebut Ken Arok adalah
perompak, anak maling. Inilah konspirasi penulisan babad yang terprogram secara
jenius.
SALAM SEJARAH
PENULIS
Ir Djoko Wahjono ketua yayasan arga kencana, Bedah Sejarah
Pati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar