Prasasti Horren
Prasasti Horren hanya ditemukan satu lempeng dengan
panjang 36,6 cm, lebar 10,5 cm dan tebal 2 mm. Bentuk aksara segi empat dan
tiap garis lurus dibengkok dan kuncir di belakang aksara diperpanjang ke bawah
hingga menyerupai tanda a panjang. Saat ini prasasti Horren tersimpan di Museum
Sonobudoyo, Yogyakarta.
Isi prasasti tidak begitu jelas karena hanya satu
lempeng saja yang ditemukan. Intinya penduduk desa Horren datang menghadap Sri
Maharaja dan memohon supaya desanya dijadikan sima, agar diteguhkan dan
diwariskan kepada anak keturunannya selama-lamanya. Demikianlah yang menjadi
sebabnya dan keinginan ini menjadikan sedihnya penduduk desa Horren (?). Tak
ketinggalan pula pekerjaannya sendiri yang menjadi tujuannya (?).
Dikatakan bahwa tidak berapa lama setelah penduduk
desa Horren mengirim upeti, datanglah serangan musuh. Serangan yang tidak
terduga dan tak diketahui itu menimbulkan kerusakan yang tiba-tiba. Lagi pula
secara mendadak datanglah musuh dari Sunda.
Penduduk desa Horren mengorbankan diri demi
membebaskan Sri Maharaja yang ragu-ragu di medan pertempuran ketika tiba-tiba
musuh datang dari pegunungan. Begitu besarnya beban dan usaha penduduk desa
Horren yang disertai hujan dan panas diibaratkan bagaikan ujung batu karang
yang dapat menyingkirkan batu yang tidak baik letaknya. Itulah keutamaan dari
usaha penduduk desa Horren yang menumbuhkan rasa senang bagi Sri Maharaja dan
alasan diberikannya anugerah atas permohonan penduduk desa Horren.
Menurut W. F. Stutterheim, prasasti ini diduga berasal
dari masa Majapahit. Tetapi jika diperhatikan tampaknya gaya dan struktur
bahasanya lebih dekat kepada bahasa Jawa Kuno abad XI masehi.
Yang menimbulkan pertanyaan adalah siapa sang raja
yang memberi anugerah penduduk desa Horren dan siapa raja Sunda yang pernah
menyerang raja Jawa?
haji. mānațha. kuņda. pinupu pingro katiga kasaha. padamlaknang sang hyang ājñā haji prāçastī, sa
mbandha. ikang waramgajgi i horrěn maněmbah i Ibu paduka çrī mahārāja. manghyang i knohan ya
n sumima thānīnya. umagěhakna kālīliranā dening wkāwetnya. měnne hlěm tka ri dlāha ni
dlāha. mangkana mittā mangkana manastapa nikang warggaji i horrěn. tan kasumbat swakarmmanya
ri kahāmběknya. nyan deni tanpāntara hakirim tka ni çatru. tātan hana sangka ni panghuninga
ring kaharadara. nguniweh an dadyan tumangga-tangga datang nikanang çatru sunda. mangkana rasā ning paněmbah ni
IIb.
kanang warggāji i horrěn. i Ibu ni pāduka çrī mahārāja, kunang sangkāri mahasara nikāhotsa
hā nikanang warggaji i horrěn. makanimittă pinakahujung karang paminggir. catu ni matingkah bāba
han nitya lot kahudanan kapyeyan. makadadah çari ni paprīhakěn Ibu ni paduka çri mahā
rāja. ri samarakaryya sarisari tumāmaha sadatang ni salmah wukir nikanang çatru. i katakottama
ni pamrih nikanang warggaji i horrěn. ika mangkāna ya tika nuwuhakěn murby arěna sama i çri ma
hārāja. hetu ni turun i kārunya çri mahārāja. i manghyang nikanang warggaji i horrěn.
Alih bahasa Sunting
IIa.
haji (raja), Manatha, Kunda, dipungut dua kali, ketiga, kesembilan. Dibuatlah prasasti raja untuk desa itu.
Yang menjadi sebabnya ialah warga desa Horrěn datang menghadap raja dan memohon supaya
desanya dijadikan sima, agar diteguhkan dan dapat diwarisi oleh anak keturunannya sejak sekarang hingga kemudian untuk selama
lamanya. Demikianlah yang menjadi sebabnya dan (keinginan ini) menjadikan sedihnya warga desa Horrěn. Tak ketinggalan pula pekerjaannya sendiri
yang menjadi pikiran/tujuannya. Tidak berapa lama antaranya setelah (mereka) mengirim (upeti), datanglah musuh. Tidak ada dugaan atau yang mengetahui
tentang kerusakan yang tiba-tiba; lagi pula secara mendadak datanglah musuh (dari) Sunda. Demikianlah isi permohonan
IIb.
warga desa Horrěn kepada Sri Maharaja. Karena besarnya beban serta usaha
warga desa Horrěn yang bagaikan ujung batu karang dapat menyingkirkan batu yang tidak baik letaknya,
yang selalu kehujanan dan kepanasan dan mengorbankan diri dengan maksud untuk mengusahakan/membebaskan Sri Maharaja
dari medan pertempuran yang ragu-ragu karena dimasuki dan didatangi musuh dari tanah dan bukit/gunung dengan tiba-tiba. Itulah keutamaan
dari usaha warga desa Horrěn. Usaha itulah yang menumbuhkan rasa senang bagi Sri Ma
haraja. Itulah yang menjadi alasan turunnya anugerah Sri Maharaja atas permohonan warga desa Horren
Sumber :
Sejarah Nasional Indonesia II
Laporan Penelitian Epigrafi Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar