~Pangeran Natas
Angin aslinya adalah seorang bangsawan yang berasal dari Kerajaan Gowa di
Sombaopu, Makasar, sulawesi selatan. Lahir pada tahun 1498. Areng ri kale (nama
kecilnya) tidak diketahui, sedang areng paddaengang (nama gelar
kebangsawanannya) adalah Daeng Mangemba Nattisoang . Ayahanda Daeng Mangemba
Nattisoang (Pangeran Natas Angin) adalah Raja Gowa ke-9 bernama Karaeng
Tumapa’risi Kalonna yang memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1491 – 1527. Ibundanya
bernama I Malati Daeng Bau’ , puteri dari salah seorang pembesar kerajaan Tallo
yang tinggal di daerah Marusu’ menurut cerita tutur setempat isteri Raja Gowa
ke-9 itu banyak. Di antaranya beliu menikah dengan I Malati Daeng Bau’, Dari
perkawinannya dengan I Malati Daeng Bau’, hanya menurunkan seorang putera yaitu
Daeng Nattisoang. Karena ibunda Pangeran Natas Angin ini hanya seorang puteri
pembesar kerajaan Tallo atau bukan puteri raja, maka darah kebangsawanannya
dianggap kurang penting. Dengan demikian darah kebangsawanan Pangeran Natas
Angin ini-pun dalam tata urutan Raja-raja Gowa dianggap kurang tinggi.
Pangeran Natas Angin
termasuk golongan anak sipuwe (anak separoh) dan bukan merupakan anak pattola
(putera mahkota) yang paling memenuhi syarat berhak untuk menggantikan raja.
Adapun putera mahkota yang paling memenuhi syarat untuk menggantikan raja Gowa
adalah putera-putera yang lahir dari permaisuri. Permaisuri Raja Gowa ke-9
adalah puteri dari Karaeng Tunilabu ri Suriwa, raja tallo ll.
(Perempuan Dari
perkawinan ini baginda dikaruniai empat orang putera yaitu :
I
Karaeng
Tunipalangga (akhirnya menjadi Raja Gowa ke-10)
I
Karaeng
Tunibatta (akhirnya menjadi Raja Gowa ke-11 )
I
I Tapicinna
Karaeng ri Bone (perempuan)
I
I Sapi Karaeng
ri Sombaopu)
Masa kecil Pangeran
Natas Angin hidup dalam lingkungan keluarga kerajaan Gowa yang taat pada
agama/kepercayaan leluhur. Saat itu pengaruh Islam sama sekali belum masuk ke
dalam lingkungan keluarga kerajaan Gowa.
Sejak kecil Pangeran
Natas Angin sudah getol mempelajari berbagai macam ilmu kanuragan dan ilmu
kesaktian.
Guru yang
membimbingnya sejak kecil bernama Daeng Pomatte' . Daeng Pomatte' ini adalah
kakak kandung I Malati Daeng Bau', ibunda Pangeran Natas Angin. Setelah I
Malati Daeng Bau' dijadikan selir oleh raja Gowa ke-9, Daeng Pomatte' ikut
pindah ke Gowa dan diberi kedudukan sebagai “Juru tulis" kerajaan. Jadi
guru Pangeran Natas Angin ini sebenarnya masih termasuk mamak atau pamannya
sendiri Sejak usianya tujuh tahun ia sudah sering diajak oleh gurunya pergi ke
suatu tempat -yang dilalui angin kencang, berjurang terjal di antara
bukit-bukit yang menjulang tinggi di dekat pantai Selat Makassar. Penulis
menduga bahwa tempat yang dulunya digunakan untuk berlatih ilmu menolak angin
tersebut, lokasinya sekarang ini adalah tempat dimana berdirinya Stadion
Mattoangin.
Di tempat yang
dilalui angin kencang inilah Pangeran Natas Angin berlatih Ilmu kanuragan dan
ilmu tenaga dalam dengan cara berlatih menolak atau menghalau angin dengan
kedua telapak tangannya. Berkat kegigihan semangat, ketekunan, keyakinan, serta
penghayatannya dalam berlatih ilmu, akhirnya pangeran Natas Angin memperoleh
keberhasilan. Pada usia sembilan tahun sudah berhasil menguasai ilmu
"tolak angin", yaitu kemampuan menghalau angin dengan kedua telapak
tangannya sehingga angin berbalik arah.
Kemampuan Pangeran
Natas Angin dalam menghalau angin ini akhirnya diketahui oleh orang banyak,
termasuk juga diketahui oleh pihak keluarga kerajaan. Karena kemampuannya
"menghalau" angin tersebut, lantas masyarakat adat Kerajaan Gowa
memberinya nama sebutan "Mangemba", bahasa Makassar berarti
"menghalau". Sejak saat itu namanya dikenal dengan Daeng Mangemba
Nattisoang, bahasa Makassar berarti "Pangeran yang Menghalau Angin"
Meskipun Pangeran
Natas Angin hanya seorang anak sipuwue, namun karena memiliki ilmu kesaktian
yang tinggi, ia sering diajak mendampingi ayahandanya berperang untuk
menaklukkan kerajaan-kerajaan lain.
~Pada tahun
1511 Pangeran Natas Angin berjasa dalam menaklukkan negeri Garassi , yaitu
dengan cara menghempaskan panglima perang kerajaan Garassi dengan pukulan
tenaga dalam. Akibat pukulan itu, bagian belakang kepala panglima perang
Garassi membentur batu dan akhirnya tewas.
Pada suatu hari
dalam tahun 1512, Pangeran Natas Angin diajak ayahandanya untuk mendampingi
baginda memerangi orang-orang Islam dari Jawa yang tinggal di kampung
Pammolingkang, daerah sekitar Gowa. Komunitas Islam dari Jawa yang tinggal di
daerah sekitar Gowa ini berjumlah sekitar 100 orang, dan dipimpin oleh Kyai
Sulasi , orang Gowa menyebutnya I Galasi.
Raja Gowa ke-9
memerangi orang-orang dari Jawa karena termakan hasutan sahabat barunya, yaitu
orang-orang Portugis yang telah berhasil menguasai Malaka sejak tahun 1511.
Portugis mengatakan kepada baginda, bahwa orang-orang Islam dari Jawa yang
tinggal di sekitar Gowa itu harus diperangi karena mereka adalah sekutu Katir,
yaitu seorang pemuda dari Jawa (Jepara) yang sering mengadakan perlawanan
terhadap orang-orang Portugis di perairan Selat Malaka.
Pemuda Katir ini di
mata orang-orang Portugis di- cap sebagai seorang bajak laut di perairan Selat
Malaka yang paling ditakuti. la sering memblokir dan merompak kapal-kapal
dagang pengangkut beras kiriman dari Jawa yang di-impor bangsa Portugis untuk
memenuhi kebutuhan Malaka, sehingga orang-orang Portugis mengalami kekurangan
makanan. Apabila Katir memiliki cukup bekal bahan makanan, maka perlawanan
terhadap Portugis diteruskan. Namun jika Katir kehabisan bekal makanan, maka
perang dihentikan dan akan diteruskan lagi setelah memperoleh bekal bahan
makanan.
Siapakah Katir dan
Kyai Sulasi (I Galasi) itu?
~Sebenarnya antara
Katir, Kyai Sulasi (l Galasi), dan Pangeran Pati Unus (putera Sultan Fattah)
sudah bersahabat erat sejak masih usia remaja. Katir adalah putera salah
seorang pembesar Kerajaan Demak, sedangkan Kyai Sulasi adalah putera Syeh Khadlir
Mularasa , seorang ulama asli dari Demak. Syeh Khadlir Mularasa ini adalah
seorang ulama ahli Qura’an yang ditunjuk oleh Sultan Fattah untuk mengajar
mengaji Al-Qura’an kepada para putera Sultan Fattah, di antaranya adalah:
Pangeran Sekar, Pangeran Pati Unus, dan Pangeran Trenggono. Jadi antara Katir,
Kyai Sulasi, dan Pangeran Pati Unus ini sudah menjalin persahabatan sejak
mereka sama-sama berguru mengaji Al-Qura’an kepada Syeh Khadlir Mularasa. Di
kemudian hari mereka bertiga ini dikenal sebagai tokoh pemuda Jawa yang sangat
gigih memerangi orang-orang Portugis yang menguasai Selat Malaka.
Saat Pangeran Pati
Unus diangkat sebagai adipati di Jepara. ayah Katir diangkat sebagai
penasihatnya dan ikut pindah ke Jepara. Tidak lama setelah menjabat sebagai
adipati di Jepara, Pangeran Pati Unus mendengar kabar bahwa Portugis menguasai
Selat Malaka dan menjalankan politik monopoli perdagangan di sana.
Tindakan Portugis
ini dinilai oleh Pati Unus sangat merugikan pihak Jepara dan Demak yang
sebelumnya sudah menjalin hubungan dagang dengan Malaka. Pangeran Pati Unus
atas restu Sultan Fattah di Demak berniat untuk memerangi orang-orang Portugis
yang menguasai Malaka tersebut,Maka diaturlah siasat sebagai berikut :
A. Katir , dikirim
ke Malaka dengan membawa pasukan sebanyak 100 orang. Misi utama Katir adalah
untuk menghubungi raja-raja di sekitar Selat Malaka agar bersedia menjadi
sekutu bagi armada Demak pada saat Menggempur Portugis di Malaka secara
besar-besaran pada tanggal 1 Januari 1513 nanti.
B. Kyai Sulasi,
dikirim ke Gowa dengan membawa 100 orang. Misi utama Kyai Sulasi sama dengan
misi Katir, hanya berbeda wilayah tugasnya.
Ternyata misi
rahasia Katir di Selat Malaka dan Kyai Sulasi di Gowa ini tercium oleh
orang-orang Portugis. Itulah sebabnya, pada Juni 1512, Portugis meminta Raja
Gowa ke-9 agar memerangi orang-orang lslam dari Jawa yang tinggal di kampung
Pammolingkang (dekat Gowa).
Demi memenuhi
permintaan orang-orang Portugis yang dianggap sebagai sahabatnya, Raja Gowa
ke-9 membawa 300 orang prajurit ke Kampung Pammolingkang untuk menggempur
orang-orang Kyai Sulasi yang hanya berjumlah 100 orang. Namun sebelum perang
besar terjadi, untuk menghindari jatuhnya banyak korban dari rakyat kecil yang
tidak berdosa, Kyai Sulasi segera membuat siasat cerdik. Ia menantang raja Gowa
untuk berduel adu kesaktian.
Karaeng Tumapa'risi
Kallona adalah seorang raja kesatria yang gagah berani. Baginda menyambut baik
tantangan duel dari Kyai Sulasi. Prajurit masing-masing pihak diperkenankan
menonton duel tersebut secara terbuka. Setelah melalui pertarungan yang sengit,
akhirnya baginda raja mengakui kesaktian Kyai Sulasi. Pada pertarungan
tersebut, Pangeran Natas Angin tidak mau membantu ayahandanya karena mengetahui
bahwa ayahandanya berada di pihak yang keliru. Ia hanya menonton saja ketika
leher ayahandanya mengalami cidera terkena jurus pukulan jarak jauh yang
dikirimkan oleh Kyai Sulasi.
Melihat kenyataan
tersebut, baginda raja tidak marah kepada puteranya yang tidak mau membantunya.
Rupanya baginda menyadari kekeliruan sikapnya karena telah menuruti kemauan
Portugis memerangi orang-orang Islam dari Jawa, yang sebenarnya tidak memiliki
kesalahan terhadap raja. Bahkan akhirnya, baginda justeru mengabulkan niat
putranya yang ingin ikut membantu perjuangan "Laskar Pati Unus" untuk
menggempur Portugis di Selat Malaka, yang direncanakan akan dilancarkan pada
tanggal 1 Januari 1513.
Berhijrah ke Demak.
Setelah mendapat
restu dari ayahandanya, Daeng Mangemba Nattisoang pun segera ikut berlayar
bersama Kyai Sulasi. Dalam perjalanan dari Gowa menuju Selat Malaka, kapal yang
ditumpangi Kyai Sulasi berangkat dari Pammolingkang (sekarang Galesong) melewati
perairan Laut Jawa untuk bergabung dengan "Laskar Pati Unus" di
Pelabuhan Jepara. Dari Pelabuhan Jepara selanjutnya armada Demak yang dipimpin
oleh Pangeran Pati Unus akan berangkat secara bersama-sama ke Selat Malaka.
Tercatat dalam buku
Sejarah Nasional Indonesia III (Nugroho Notosusanto,1993 : 50), bahwa kekuatan
armada Demak yang dikerahkan ke Selat Malaka berjumlah 10.000 prajurit yang
mengendarai 100 jung (kapal). Rute yang ditempuh adalah: Pelabuhan Jepara,
melewati perairan Selat Bangka, Selat Berhala, perairan Riau, dan akhirnva
menuju Selat Malaka. Ketika armada Demak sampai di perairan Selat Berhala
(perairan di sebelah barat Pulau Singkep), armada Demak terhambat oleh amukan
badai topan. Akibat serangan badai tersebut, beberapa kapal armada Demak
mengalami kerusakan, bahkan ada kapal yang terbalik sehingga prajuritnya
tercebur ke laut dan akhirnya tewas.
Melihat keadaan yang
sangat membahayakan itu, Daeng Mangemba Nattisoang cepat mengambil inisiatif
dan segera bertindak. llmu "Menolak Angin" yang dikuasainya segera
diamalkannya Atas izin Tuhan Yang Maha Kuasa, angin topan tatas (berhasil
dihalau) oleh Daeng Mangemba Nattisoang sehingga akhirnya armada Demak bisa
melanjutkan perjalanan sampai ke Selat Malaka.
Oleh sebab jasanya
berhasil "mengatasi" angin topan yang menggila tadi, Pangeran Pati
Unus berkenan menganugerahkan nama sebutan "Pangeran Penatas Angin"
sebagai pengganti nama Daeng Mangemba Nattisoang yang agak sulit diucapkan oleh
lidah orang Jawa. Nama ini sesuai dengan nama gelar dari negeri asalnya Daeng
"Mangemba" Nattisoang, bahasa Makassar artinya " Pangeran yang
menghalau angin ”. Nah, sejak saat itu nama "Pangeran Penatas Angin"
atau ”Pangeran Natas Angin" menjadi lebih dikenal oleh masyarakat luas
hingga sekarang.Setelah badai topan reda, akhirnya armada Demak berhasil
rnencapai Selat Malaka. Perang besar antara armada Demak dan armada Portugis
pun tidak terelakkan lagi. Tercatat dalam sejarah, perang terjadi pada tanggal
1 Januari 1513. Dalam perang tersebut armada Demak mengalami kekalahan telak.
Dari 100 kapal dengan 10.000 prajurit, hanya tinggal tujuh buah kapal dengan
sekitar 700 prajurit yang selamat dan kembali ke Jawa.
Sungguh pilu hati
Pangeran Natas Angin menyaksikan kekalahan tragis armada Demak tersebut.
Senjata dari kapal-kapal Portugis dirasakan terlalu berat untuk dilawan. Daya
bunuh meriam dari kapal-kapal Poilugis sangat besar, sehingga dalam waktu yang
singkat saja bisa menghancurkan puluhan kapal-kapal armada Demak dan menewaskan
ribuan prajuritnya. Peristiwa tersebut, numbuhkan rasa simpati Pangeran Natas
Angin terhadap armada Demak, dan memuncuIkan anti pati (kebencian) terhadap
orang-orang Portugis.
Terdorong oleh rasa
simpatinya terhadap armada Demak yang semuanya adalah orang-orang Islam dari
Jawa, akhirnya Pangeran Natas Angin memutuskan untuk berhijrah ke Demak. Ia
tidak mau pulang ke Gowa, melainkan terus ikut kapal Kyai Sulasi pergi ke Jawa
untuk berguru ilmu-ilmu agama lslam sambil nrengabdikan diri di Kerajaan lslam
Demak.
Daeng mangemba
nattiossoang Menjadi Murid Sunan Kalijaga atau santikusuma
Sudah bulat tekad di
dalam hati Pangeran Natas Angin atau Daeng mangemba
nattiossoanga untuk berhijrah ke Demak meninggalkan tanah kelahiran
dan sanak keluarganya, meninggalkan segala kemewahan dunia sebagai putera raja,
juga meninggalkan tradisi spiritual yang sangat pekat diwarnai oleh ketaatan
ajaran kepercayaan leluhur di Kerajaan Gowa secara turun temurun.
Keterlibatannya
dalam membantu perang besar antara armada Demak dengan Portugis di Selat Malaka
telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi Pangeran Natas
Angin. Bahwa ternyata, kebahagiaan hidup itu tidak dapat dicapai hanya melalui
kemewahan harta dunia. Orang bisa mencapai kebahagiaan hidup yang sempurna,
justru setelah ia mampu "meninggalkan keduniawian" dengan ikhlas.
Pendapat ini dipahaminya melalui peristiwa nyata, yang ditangkap dari sikap
ksatria yang telah dicontohkan oleh ribuan prajurit Demak yang telah gugur
dalam perang besar melawan penjajahan Portugis di Selat Malaka.
Selama dalam
perjalanan ke Jawa, Pangeran Natas Angin memperoleh banyak penjelasan berharga
dari Kyai Sulasi (l Galasi), bahwa para prajurit Demak sanggup berperang dengan
gagah berani dan mereka rela berkorban apa saja demi membela kebenaran dan
keyakinan agamanya (lslam). Dalam pandangan lslam diyakini, bahwa "cinta
tanah air'' adalah sebagian dari iman kepada Allah SWT.
Orang-orang
portugis, di mata prajurit Demak dipandang sebagai Bangsa asing pendatang yang
ingin menjajah dan menguasai Negeri-negeri di Nusantara. Dengan melakukan
politik monopoli perdagangan di Selat Malaka, orang-orang Portugis terbukti
sudah mengganggu dan mengancam kepentingan umum. Maka berperang melawan mereka
itu wajib hukumnya, dan nanti mati di dalamnya adalah syahid (mati di dalam
perjuangan membela kebenaran dan keadilan).
Kyai sulasi
menjelaskan kepada Pangeran Natas Angin, mati syahid adalah dambaan bagi setiap
orang Islam karena dijanjikan oleh Allah akan memperoleh pahala surga. Surga
adalah sebaik-baik balasan dari Allah di alam akhirat kelak, dan surga Allah
hanya bisa diraih seseorang melalui perjuangan dan pengorbanan yang sangat
besar. Surga Allah itu akan ditemukan kelak di alam akhirat, tetapi jalannya
harus dicari dan diperjuangkan sejak kita masih hidup di dunia ini melalui amal
perbuatan dan ibadah-ibadah sesuai ketentuan agama. Para prajurit Demak yang
beragama Islam melihat bahwa perang besar melawan orang-orang Portugis adalah
"jalan" untuk menuju surga Allah. Itulah sebabnya mereka
berbondong-bondong menempuh jalan secara ikhlas, semata mencari ridlo Allah.
Begitulah, selama
dalam perjalanan menuju Jawa tersebut Pangeran Natas Angin telah banyak
bertukar wawasan tentang “kemuliaan hidup” dengan Kyai Sulasi, sahabat barunya.
Dari perbincangannya dengan Kyai Sulasi itu hati Pangeran Natas Angin mulai
tertarik ingin mempelajari agama Islam lebih dalam lagi. Lantas keinginan
hatinya itu disampaikannya tanpa ragu kepada Kyai Sulasi. Kyai sulasi
menyarankan jika Pangeran Natas Angin ingin mempelajari lebih dalam lagi
tentang agama islam, maka sebaiknya ia berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga.
Namun untuk bertemu dengan Kanjeng Sunan Kalijaga itu, tidak gampang karena
beliau sering berpindah-pindah tempat untuk mengajarkan agama lslam kepada para
penduduk. Kyai Sulasi memperoleh kabar, bahwa terakhir kali Kanjeng Sunan
Kalijaga berada di Kadipaten Tegal. Oleh karena itu ia segera membawa kapalnya
langsung menuju ke Pelabuhan Tegal. Setelah kapal berlabuh di pelabuhan tegal,
Pangeran Natas Angin berpisah dengan Kyai Suiasi. Selanjutnya Pangeran Natas
Angin bermukim di pesisir tegal hingga dua tahun, Mengingat bahwa Pangeran
Natas Angin itu adalah seorang pemuda keturunan raja tentu kepergiannya ke
tanah Jawa sudah berbekal berbagai macam ilmu dan berbudi pekerti yang luhur.
Maka tidak mengherankan jika dalam waktu yang singkat saja Pangeran Natas Angin
sudah dapat hidup membaur dengan masyarakat setempat. Pangeran Natas Angin
adalah seorang pemuda gagah yang berwatak keras, namun hatinya lembut. Ia gemar
memberi pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Orang yang
sakit diobati, orang miskin disantuni, orang yang lemah dibela, budak belian
dimerdekakan,
Demikianlah
perlakuan Pangeran Natas Angin kepada para penduduk di sekitar Pantai tegal
pada waktu itu. Sikap dan perlakuan Pangeran Natas Angin membuat dirinya mudah
diterima dalam bergaul dengan orang banyak. Sehingga dalam waktu yang relatif
singkat Pangeran Natas Angin sudah dikenal dan dihormati penduduk setempat.
Sambil menjalani kehidupan sehari-harinya di pantai Tegal, Pangeran Natas Angin
terus-menerus memasang telinga untuk mendengar khabar dari warga tentang
keberadaan Kanjeng Sunan Kalijaga. Setelah bermukim di pantai Tegal selama dua
tahun, akhirnya Pangeran Natas Angin melanjutkan perjalanan mencari Sunan
Kalijaga ke Negeri Demak.
Tahun 1515 M
Pangeran Natas Angin sampai di Demak. Singkat cerita Pangeran Natas Angin
Akhirnya bertemu dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga bersedia membimbing
Pangeran Natas Angin dalam mempelajari keluasan ilmu-ilmu Islam, tetapi dengan
syarat Pangeran Natas Angin harus lulus ilmu pandadaran atau ujian terlebih
dahulu. maksud diadakannya ujian ini untuk mengetahui kemampuan awal serta
untuk mengukur seberapa besar kemantapan hati Pangeran Natas Angin ingin
berguru kepada Kanjeng Sunan Kalliaga. Dengan mengetahui kemampuan awal siswa,
maka sang Guru akan dapat memberikan pelajaran yang tepat dan bijaksana kepada
siswanya.
Tiga Materi Ujian
dari Sunan Kalijaga.
Ringkas cerita pada
waktu dan tempat yang telah ditentukan, Pangeran Natas Angin bersiap menjalani
pendadaran atau ujian. Ada tiga macam ujian yang diberikan Sunan Kalijaga
kepada Pangeran Natas Angin yang kesemuanya menurut intuisi penulis, mengandung
makna filosofis yang sangat mendalam. Ujian pertama , tentang Pengendalian Diri
. Sunan Kalijaga menciptakan api yang berkobar-kobar, Pangeran Natas Angin
diminta supaya bisa nyirep atau memadamkan api tadi sebelum merusak (membakar)
sekeliling dan merugikan penduduk. Pangeran Natas Angin mohon izin kepada
Kanjeng Sunan Kalijaga untuk menjawab ujian yang pertama. Kanjeng Sunan
mengijinkan, kemudian dengan bemodalkan izin dari Guru, Pangeran Natas Angin
berdoa memohon pertolongan dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Seketika terjadi
keanehan alam. Langit tiba-tiba mendung tebal, petir menyambar di angkasa,
kemudian disusul turunnya hujan deras mengguyur api yang berkobar-kobar tadi.
Api akhirnya padam, dan Pangeran Natas Angin dinyatakan lulus pada ujian yang
pertama. Ujian yang pertama ini mengandung pelajaran hikmah yang menggambarkan,
bahwa orang yang akan meraih keutamaan itu terlebih dahulu harus bisa
mengendalikan hawa nafsu angkara murka. Nafsu angkara murka digambarkan api
besar yang berkobar-kobar. Jika tidak disirep atau dikendalikan, salah-salah
api tadi bisa membakar segala sesuatu, termasuk merusak diri sendiri, Untuk
dapat mengendalikan nafsu maka seseorang harus membersihkan hati, merasa kosong
, lemah tak berdaya kecuali dengan pertolongan dari Allah Tuhan Yang Maha
Kuasa. Dan ketika seorang hamba sudah bisa mencapai keadaan kosong, maka
datanglah keadaan isi berupa rahmat serta pertolongan dari Allah Tuhan Yang
Maha Agung. Rahmat dan pertolonqan Allah digambarkan dengan turunya hujan deras
mengguyur dan Memadamkan api yang menyala-nyala.
Ujian Kedua ,
~Tentang
Kepemimpinan . Sunan Kalijaga mendatangkan lebah yang beribu-ribu ekor
jumlanya. Kanjeng Sunan Kalijaga kemudian meminta kepada Pangeran Natas Angin
supaya
merekayasa, dengan
cara bagaimana agar ribuan ekor lebah tadi tidak membuat rusak dan menimbulkan
kerugian bahkan syukur-syukur lebah itu bermanfaat bagi sekalian umat. Sebelum
menjawab ujian kedua, Pangeran Natas Angin tidak lupa memohon izin kepada
Kanjeng Guru Sunan Kalijaga. Setelah memperoleh restu, selanjutnya, Pangeran
Natas Angin berdoa memohon pertolongan Allah Yang Maha Kuasa. Berkat
pertolongan Allah. tiba-tiba di tempat tersebut bermunculan rumah lebah yang
disebut tala sampai ratusan lempeng jumlahnya, Lempeng-lempeng tala tadi menempel
di sela-sela pelepah pohon nyiur yang terdapat disekitar sekeliling arena
pendadaran tersebut. Seketika ribuan lebah tadi terbang berduyun-duyun saling
berebut tempat memasuki tala yang memang sudah selayaknya menjadi rumah lebah.
Melihat kenyataan itu, puaslah hati Sunan Kalijaga. Pangeran Natas Angin
dinyatakan lulus pada ujian yang kedua. Ujian yang kedua ini mengandung hikmah
pelajaran bahwa utama-utamanya manusia itu adalah orang yang dapat menggunakan
daya akal atau pikirannya agar menghasilkan karya yang membawa manfaat kepada
umat.
Menggunakan daya
akal dan pikirnya untuk menata, memimpin, dan mengarahkan semua warga dengan
baik, serta bisa menempatkan derajat kemanusiaan di tempat yang layak. Jika
semua warga sudah bisa diopeni dengan baik, tentu mereka tidak akan membuat
kerusakan, apalagi berbuat keonaran. Malah sebaliknya, warga akan bisa
menghasilkan karya besar yang bermanfaat besar bagi kehidupan. Digambarkan
seperti lebah yang istiqomah mendiami rumah tala , lama-lama akan menghasilkan
madu yang suci, halal, dan banyak sekali manfaatnya.
Ujian ketiga,
~Ujian yang terakhir
tentang Keyakinan dan kebersihan hati . Kanjeng Sunan Kalijaga melakukan besut
sukma . Sukma Kanjeng Sunan Kalijaga naik ke angkasa bersembunyi di balik mega.
Pangeran Natas Angin disuruh mencari dan menemukan sukma Kanjeng Sunan
Kalijaga. Jika berhasil pada Ujian ini, Kanjeng Sunan Kalijaga berjanji akan
menerima Pangeran Natas Angin sebagai murid yang paling dikasihi lahir dan
batin, sejak di dunia sampai di akhirat. Mendengar janji Kanjeng Guru seperti
itu, Pangeran Natas Angin merasa bergembira. Jauh di dalam lubuk hatinya
tersimpan keyakinan, bahwa dengan berbekal restu Bapa Guru, pastilah Gusti Guru
Yang Maha Pengasih akan memberi pertolongan. Pangeran Natas Angin pun segera
mengheningkan cipta, membayangkan dirinya terbang ke angkasa selalu mengikuti
kemana Kanjeng Sunan Kalijaga pergi. Setelah berhasil menciptakan bayangan
seperti itu, lantas beliau pasrah bersandar pada kekuasaan Allah, sambil berdoa
memohon pertolongan-Nya agar bisa melakukan besut sukma seperti halnya yang
tadi dilakukan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Doanya terkabul, sukma pangeran
Natas Angin meninggalkan raga naik ke angkasa, menerobos awan dan mega-mega, di
dalam karsa ingin menemukan di mana sukma Sang Guru Sejati berada. Berkat
petunjuk dan pertongan dari Gusti Allah, akhirnya sukma pangeran Natas Angin
berhasil menemukan sukma Sunan Kalijaga.
Selanjutnya, dengan
bertempat di angkasa, Kanjeng Sunan Kalijaga memberikan wejangan kepada
Pangeran Natas Angin tentang kemuliaan dan keutamaan ajaran agama lslam juga
dengan bertempat di angkasa, Kanjeng Sunan Kalijaga menuntun Pangeran Natas
Angin untuk memasuki gerbang agama Islam, yaitu dengan cara mengucapkan kalimat
syahadatain.
""Asyhadu
an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu annaa Muhammadan rasulullah." (Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah). Ujian ketiga ini mengandung dua macam pelajaran hikmah. Pertama ,
bahwa hubungan murid dengan guru harus tembus lahiriyah dan bathiniyahnya. Si
murid harus mau dan berani bersusah payah demi memperoleh berkah ilmu dari
guru, Sebaliknya si Guru harus suci lahir batinnya, memberikan ilmu kepada si
murid hanya yang benar-benar haq dan dapat dipertanggung kepada Allah SWT.
Kedua menggambarkan sakralnya kalimah syahadatain sebagai gerbang rnemasuki
agama Islam, agama Yang paling mulia dan utama di hadapan Allah SWT. sehingga
harus dilakukan ditempat yang tinggi (awang-awang).
Selesailah sudah
ujian yang diberikan kepada Pangeran Natas Angin. Kanjeng Sunan Kalijaga
bergembira di dalam hati karena calon muridnya lulus, dengan mulus tak ada
kekurangan suatu apa. Selanjutnya pangeran Natas Angin diperintah Kanjeng Sunan
Kalijaga supaya mengabdikan dirinya di Kasultanan Demak Bintoro dengan dasar
rajin ,dermawan dan ikhlas .
Kanjeng Sunan
Kalijaga mengajarkan kepada Pangeran Natas Angin, bahwa ada kewajiban tiga
perkara yang harus dijalankan supaya manusia berhasil menemukan kemuliaan hidup
di dunia hingga di akherat. Pertama harus selalu taat kepada Gusti Allah, kedua
harus taat kepada Rasulullah, dan ketiga harus taat kepada para pemimpin.
Termasuk taat kepada pemimpin adalah taat kepada Guru. Taat ketiga-tiganya
penerapannya harus berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Kitab Al-Qur’an
dan Al-Hadist itu merupakan sumber peraturan hidup yang harus dimengerti.
setelah dimengerti harus dijalani. Sebab tanpa guna orang yang
ngalim kitab tanpa
disertai ngalim laku . Kunci mabrurnya ngalim laku itu terletak pada dua sifat,
yaitu rajin dan dermawan ( jawa : dhokoh dan loma ) . Siapa saja yang bisa
menjalani dua sifat tadi dalam laku hidupnya, ya disitulah akan ditemukan jalan
terdekat untuk bisa menjadi kekasih Allah ( waliyullah ), sebab sebenarnya para
kekasih Allah itu memperoleh keluasan Rahmat dan Ridla dari Allah, bukan karena
banyaknya ibadah yang dijalankan, tetapi karena keikhlasan hati dalam menjalani
sifat dhokoh (rajin) dan loma (dermawan/pengasih) terhadap sesama manusia.
Menjadi orang dhokoh
dan loma itu sangat berat cobaannya, sebab biasanya orang dhokoh (rajin) itu
akan dijadikan kongkonan (suruhan) dan orang yang loma (dermawan/pengasih),
biasanya akan dijadikan langganan Dhokoh dan loma saja masih belum sempurna,
jika belum disertai rasa Ikhlash , semata-mata karena merindukan keridlaan
Allah.
Demikianlah wejangan
dasar yang diterima Pangeran Natas Angin dari Sunan Kalijaga. Selanjutnya
Pangeran Natas Angin diperintahkan Sunan Kalijaga supaya mengabdi di Kerajaan
Islam Demak serta menunjukkan darma baktinya bagi kejayaan Kesultanan Demak
dengan dasar Dhokoh , loma dan iklas .
Pangeran Natas Angin
Murid Pertama Sunan Kalijaga
Menurut
cerita yang pernah dituturkan oleh Abah Moezaini Abdul Ghofoer (ayah mertua
penulis), Pangeran Natas Angin adalah murid pertama dari Sunan Kalijaga (Raden
Sahid). Saat itu Sunan Kalijaga baru saja memperoleh Anugerah Agung dari Allah
SWT, memperoleh wejangan ilmu hakikat “ Iman Hidayat ” dari Nabi Khidhir AS.
Sejak itu nama Sunan Kalijaga semakin terkenal sebagai tokoh Walisanga yang
memiliki keluasan ilmu-ilmu agama Islam, terutama dalam bidang kajian ilmu
tasawuf. Beliau juga terkenal sebagai tokoh yang sakti mandraguna (memiliki
karomatullah tingkat tinggi).
Banyak sekali
tokoh-tokoh pada zamannya yang ingin berguru ilmu-ilmu agama lslam dan juga
ilmu-ilmu kesaktian kepada Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mempunyai empat orang
murid utama, di samping juga memiliki ratusan bahkan ribuan murid –murid
lainnya.
Keempat orang murid
utama Sunan Kalijaga adalah :
Pangeran Natas
Angin atau nama aslinya Daeng Mangemba Nattisoang.
Ki Ageng
Pandan Arang atau Sunan Tembayat
Mas Karebet atau
Jaka Tingkir, di kemudian hari menjadi raja pajang bergelar Sultan Hadiwijaya
Saridin atau
syahridho atau Syekh Jangkung
dalam cerita rakyat
dikenal sebagai tokoh yang besar- jasanya dalam menghubungkan persahabatan
antara Kerajaan Mataram Islam dengan Kerajaan
Ngerum di turki. Dan
Saridin inilah menurut cerita tutur dari kab Pati Jawa tengah anak dari sunan
Muria dari ibu Dwi samaran.
Setelah Sunan
Kalijaga berhasil membimbing Pangeran Natas Angin mencapai tataran yang
diinginkan, Sunan Kalijaga berkenan memberikan anugerah nama kepada Pangeran
Natas Angin dengan sebutan Sunan Ngatas
Angin . Julukan ini
diberikan oleh Sunan Kalijaga untuk menggambarkan tingginya tingkat
keyakinan, ketaatan
, dan kesetiaan Pangeran Natas Angin terhadap ajaran sang Guru sehingga
akhirnya berhasil menguasai ilmu-ilmu tingkat tinggi.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan oleh Sunan Kalijaga kepada para murid utamanya adalah ilmu-ilmu yang
bersumber dari para gurunya. Sunan Kalijaga mempunyai dua orang guru spiritual
yang utama yaitu Sunan Bonang dan Nabi Khidzir Alaihis salam . Nabi khidzir di
kalangan para penghayat kebatinan Jawa disebut juga Sang Pajuningrat ,
sedangkan di kalangan para hukama (ahli ilmu hikmah) disebut Para lautan Majazi
. Cara Sunan Kalijaga dalam membimbing perjalanan tarekat para muridnya pun
sesuai dengan cara yang telah diterima dari gurunya. yakni bermazhab Syafi’i (
ahli sunnah wal jama'ah ).
Pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono, Pangeran Natas Angin atau berjuluk Sunan Ngatas
Angin mempunyai kedudukan "paling tinggi" di antara para Sunan yang
masih terlibat langsung pada urusan negara masa itu. Hal ini tercantum dalam
Kitab Pustaka darah Agung, karya tulisan Raden. Darmowasito (1937), Bab
" Kalenggahanipun para Wali
"(Kedudukan para wali) tertulis sebagai berikut:
1. Sunan
Ngatas Angin
2.
Sunan Giri
3.
Sunan Bonang
4. Sunan Ngargopuro
5.
Sunan Cirebon
6.
Sunan Geseng
7.
Sunan Mojoagung
8.
Sunan Kalijaga
9.
Wali Penutug sewu (Wali Penerus Seribu)
10.
Sunan Kudus
11.
Sunan Tembayat
~Dari gambaran di
atas dapat diketahui siapa sebenarnya Pangeran Natas Angin. Beliau adalah
seorang tokoh yang sangat besar jasa pengabdiannya bagi kejayaan Kerajaan lslam
Demak. Patut diduga bahwa beliau termasuk salah seorang dari sekian banyak
waliyullah yang pada zaman kerajaan Islam Demak tempo dulu yang telah
dipersatukan oleh Allah dari berbagai penjuru Nusantara. Para Kekasih Allah itu
terpanggil dan berkumpul di bumi Demak Bintoro untuk berjuang menyiarkan dan
menegakkan agama Islam ke berbagai penjurunegeri.
Sepeninggal Sultan
Trenggono terjadi intrik perebutan kekuasaan oleh para putra/keluarga raja
sehingga mengakibatkan runtuhnya kejayaan Demak. Kesultaan Demak Bintoro yang
tadinya besar dan berwibawa, bisa runtuh nyaris tak berbekas karena terjadi
intrik di dalam keluarga kerajaan. Sesama saudara tega saling membunuh karena
didorong ambisi kekuasaan.
Menurut penuturan
Abah Moezaini, peristiwa saling bunuh yang terjadi di keluarga Kerajaan Demak
ini, oleh para Walisongo disebut dengan istilah rebut bathok bolu isi madu. Hal
itu dipandang oleh para wali dan para sesepuh sebagai aib , hal tabu yang
sangat memalukan dan tidak pantas diungkit-ungkit lagi. Para wali dan para
sesepuh kemudian berdoa kepada Allah agar aib ini ditutup rapat-rapat oleh
Allah sepanjang masa. Itulah sebabnya sampai sekarang bekas-bekas Kerajaan
Demak tidak bisa diketahui di mana letaknya karena tertutup oleh bathok
(tempurung kelapa) yang telah di- sabda oleh Walisanga.
Kanjeng Sunan
Kalijaga kemudian menyarankan agar Pangeran Natas Angin pergi dari Demak ke arah
tenggara, sampai menemukan tempat yang “cocok di hati". Di tempat tersebut
Pangeran Natas Angin harus mengamalkan ilmu untuk syiar agama Islam.
Berangkatlah Pangeran Natas Angin menjalankan perintah Guru Kanjeng Sunan
Kalijaga. Beliau berjalan ke arah " tenggara " sampai akhirnya
menemukan tempat atau daerah yang cocok di hati, yaitu daerah yang sekarang
disebut Dukuh Tahunan Putatsari, Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan.
Pangeran Natas Angin bermukim di sana selama ± 17 tahun dan mendirikan masjid serta
pesantren sederhana. Beliau menyiarkan ajaran Islam kepada penduduk setempat
dengan “ Penggulawentah ” yang baik sehingga semakin lama semakin banyak
siswa/santri yang berguru kepada Pangeran Natas Angin. Banyak para tamtama dan
punggawa Kerajaan Pajang dan Mataram lslam yang pernah berguru agama lslam
ataupun ilmu olah keperwiraan kepada Pangeran Natas Angin di Dukuh Tahunan ini.
Di kalangan penduduk Dukuh Tahunan dan sekitarnya, Pangeran Natas Angin
terkenal sebagai tokoh ulama’ yang sakti mandraguna. Rakyat setempat meyakini
bahwa salah seorang murid utama Pangeran Natas Angin yang bernama Kusumoyudha
adalah termasuk salah seorang tumenggung di Kerajaan Mataram ketika
pemerintahan Sutowijoyo (raja I).
Tahun 1588 Masehi,
bertepatan dengan tanggal 10 Muharram tahun 1009 Hijriyah.
Pangeran Natas Angin
wafat dalam usia 90 tahun dan dimakamkan di Kompleks Makam Raja-raja Demak (di
sekitar Masjid Agung Demak). Pangeran Natas Angin meninggalkan seorang isteri
bernama Nyai Gayatri dan dua orang putera bernama Imam Prakosa dan Dewi Kosasih
. Setelah Pangeran Natas Angin wafat, kehidupan isteri beliau dan kedua
puteranya diurus oleh Tumenggung Kusumoyudha sebagai tanda hormat dan baktinya
kepada Guru. Oleh Tumenggung Kusumoyudho, putera dan puteri Pangeran Natas
Angin, yaitu Imam Prakosa dan Dewi Kosasih diajak bersama-sama mengabdi di
kerajaan Mataram Islam. Konon kabarnya, makam Nyai Gayatri, Imam Prakosa dan
Dewi Kosasih berada di Klaten. Namun sampai sekarang penulis belum bisa
memastikan keberadaan kabar tersebut.
Pepali Sunan Ngatas
Angin
(Pesan Mulia Sunan
Ngatas Angin)
Dari bahasa jawa ke
bahasa Indonesia yang terdiri dari tiga pesan
Ridhaning
Gusti mudhun nitis-netes-netes marang saliro gumantung aneng ridhaning wong
atuwo-mu, guru kiyahi-mu, lan pemimpin-mu sowang-sowang.
ARTINYA:
Ridlo Allah SWT akan
turun “netes-netes-nitis” kepada dirimu, tergantung dari ridlo orang tua, guru
kyaimu, dan pemimpinmu masing-masing.
Berkahing
ngelmu murub-mancur sebab soko darmo-bektining santri marang guru-kiyahi, yaiku
kanthi laku:
yakin, taat lan
setyo tuhu.
ARTINYA
Keberkahan ilmumu
akan menyala dan mengucur sebab pengabdian dari seorang santri terhadap
guru-kyai, yakni dengan cara menjalankan sikap yakin, taat dan setia.
Mukmin sejati kudu
bisa nindakake laku surat, laku ayat, lan laku selawat, yaiku kanthi dhasar
dhokoh, loma tur lilo (ikhlas) ing ndalem nindakake saben perkoro kabecikan lan
kesalehan.
ARTINYA
Seorang mukmin
sejati harus bisa menjalankan ibadah kepada Allah (dengan melakukan kebaikan
dan keshalihan) yang didasari dengan ilmu yang bersumber dari Al-quran,
al-hadis, dan teladan dari Nabi Muhammad SAW yakni dengan sikap rajin, dermawan
dan ridlo (Ikhlas).
Demikian kiranya
semoga menjadi sebuah interprestasi dalam rangka kita mengali,
meneliti,mengkaji, dan menganalisa sejarah, sejarah tidak harus
tertuju pada satu titik sumber sejarah semua sumber harus di kumpulkan dalam
hal menggali meneliti mengamati mempelajari sejarah, Semoga bisa lebih menambah
sebuah wacana tentang sejarah,
Salam sejarah
terima kasih telah membaca