~Salah satu catatan yang paling penting dan
lengkap mengenai dunia Timur yang dibuat pada awal abad ke XVI adalah Suma
Oriental karya Tome Pires. Catatan yang ditulis pada 1512 -- 1515 dan hampir
terlupakan ini secara mengejutkan, didalamnya terdapat codex yang sama seperti
yang ditemukan dalam karya kontemporer dari Fransisco Rodrigues yang di
dalamnya mencakup peta -- peta berharga, yang membuatnya menjadi buku terkenal
di seluruh dunia pada pertengahan abad terakhir.
Catatan mengenai Jawa dalam catatan Tome
Pires bisa dikatakan cukup beragam. Mulai dari gambaran geografis, sosial,
ekonomi dan budaya Negeri Jawa. Berikut ini akan penulis rangkumkan apa yang
dituliskan Tome Pires tentang Negeri Jawa dari bukunya yang berjudul Suma
Oriental.
Kondisi Umum
Pires membedakan antara negeri
Jawa dengan negeri Sunda. Negeri Jawa dituliskan sebagai sebuah negeri yang
membentang dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum). Luasnya
mencapai 400 league dimulai dari Cimanuk, membentang hingga Blambangan kemudian
memutar dari satu sisi ke sisi lain. Negeri ini sangat teduh, tidak berawa,
melainkan bertipe sama dengan Portugal dan kondisinya sangat sehat.
Dikabarkan bahwa dulu, wilayah
kekuasaan Negeri Jawa luas hingga mencapai Maluku (Maluco) yang ada di sebelah
Timur dan sebagian besar wilayah barat. Negeri Jawa bahkan nyaris menguasai
pulau Sumatra dan pulau -- pulau lain yang dikenal oleh orang -- orang Jawa.
Hal ini berlangsung untuk waktu yang lama, kurang lebih seratus tahun, hingga
akhirnya kekuatan Negeri Jawa mulai berkurang dan keadaannya menjadi seperti
sekarang, sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini.
Di masa itu, Negeri Jawa sangat
berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, juga karena kerajaan
ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat yang sangat jauh---mereka menegaskan
bahwa kerajaan ini berlayar hingga ke Aden dan bahwa perdagangannya yang
terbesar dilakukan di Bonuaquelim, Bengal, dan Pasai---di mana mereka menguasai
seluruh perdagangan yang ada.
Seluruh pelautnya merupakan orang
pagan, mereka mengumpulkan para pedagang yang membawa banyak komoditas di
sepanjang pesisir pantai. Hasilnya, tidak ada satu pun tempat yang dikabarkan
mampu menyamai kebesaran dan kekayaan lokasi ini. Pedagang -- pedagang tersebut
terdiri dari orang Cina, Arab, Persia, Gujarat, Bengal dan dari berbagai bangsa
lainnya. Jumlah mereka amat banyak sehingga Muhammad dan para pengikutnya
merasa mantap untuk memperkenalkan doktrin mereka di pesisir pantai Jawa dengan
barang dagangannya.
Orang Jawa
Raja
Jawa adalah seorang pagan, ia dikenal dengan nama Batara Vojyaya. Raja -- raja
Jawa ini memiliki gagasan luar biasa; mereka mengatakan bahwa keningratan
mereka tidak dapat tersaingi. Para bangsawan pagan Jawa bertubuh tinggi dan
rupawan. Mereka merias diri dengan mewah dan menghias kuda-kudanya dengan cara
serupa.
Mereka
menggunakan berbagai macam keris, pedang, dan tombak yang berlapis emas. Mereka
adalah pemburu dan pengendara kuda yang lihai- tentu saja pijakan kaki dan
pelana kudanya juga berlapis emas, hal ini tidak dapat ditemukan di tempat lain
di seluruh dunia.
Para
penguasa Jawa juga bersikap seperti bangsawan, mereka sangat dimuliakan dan
tentunya tidak ada satu bangsa pun di wilayah itu yang mampu menandingi mereka.
Rambut mereka dicukur --dicukur setengah, dibagian ubun-ubunnya---sebagai
simbol kecantikan. Mereka selalu menyibakkan rambutnya dari dahi ke atas, tidak
seperti yang kita lakukan dan mereka sangat bangga dengan gaya ini.
Kehidupan Istana
Para penguasa di Jawa amat
dipatuhi bagaikan Dewa. Mereka diperlakukan dengan penuh hormat dan kepatuhan.
Negeri Jawa di bagian pedalaman berpenduduk padat, memiliki banyak kota,
beberapa di antaranya berukuran sangat besar, termasuk Kota Dayo di mana ia
membangun istana dan selalu tinggal di sana.
Kabarnya, orang -- orang yang
sering berkunjung ke istana ini tidak terhitung. Sang Raja jarang menampakkan
diri di depan umum, melainkan hanya satu atau dua kali dalam setahun. Raja
lebih sering tinggal di dalam istana bersama para istri dan selir. Kabarnya,
Raja Jawa mempekerjakan 1000 orang kasim untuk menjaga wanita -- wanita ini,
mereka mengenakan pakaian wanita dan tata rambut berbentuk mahkota.
Pada masa ini, rakyat sudah tidak
memiliki kepercayaan terhadap raja. Kekuasaan dipegang oleh Gusti Pate
didampingi wakil raja dan wakil tertingginya. Gusti pate ini sangat dihormati
dan dipatuhi perintahnya. Ia lah yang berhak memberikan perintah agar raja
diberikan makan, sehingga raja tidak memiliki hak untuk bersuara atas apapun.
Rakyat biasa tidak diperkenankan
untuk memandang raja dari pusar ke atas. Rakyat diharuskan menundukkan
kepalanya dan siapapun yang melanggar bisa dijatuhi hukuman mati.
Di Jawa, terdapat banyak kasim.
Mereka mengenakan pakaian yang mirip dengan wanita, rambutnya diikat diatas
kepala di bagian tengah seperti mahkota. Mereka dipekerjakan sebagai pengawal
para wanita mengingat para pria Jawa adalah pria -- pria yang sangat
pencemburu. Mereka tidak memperbolehkan siapapun melihat para wanitanya. Kecuali
diantara rakyat biasa. Dan diantara para bangswan, mereka rela mati demi
menjaga para wanitanya lebih dari apapun.
Saat Raja Berburu
~Pada
saat raja keluar dari istananya, pengumuman akan disebar diseluruh kota dan
tiadak ada seorangpun yang diijinkan untuk meninggalkan rumah dalam kondisi
apapun. Sang Raja meninggalkan rumah ditemani 2000 -- 3000 prajurit dengan
tombak yang disimpan dalam kantong berlapis emas dan perak. Para prajurit ini
berbaris di depan, sementara para selir ditempatkan dalam pakaian yang sangat
indah.
Para
permaisuri menaiki gajah yang dihias menggunakan vair. Tiap-tiap permaisuri dan
selir diikuti oleh 30 perempuan yang berjalan kaki, berurutan sesuai derajat
mereka. Dibelakang mereka barulah sang Raja berkendara bersama Gusti Pate nya.
Mereka membawa serta anjing pemburu dan anjing greyhound sedangkan pria lainnya
membawa trisula berburu yang bertatahkan dengan indah.
Siapapun
yang bertemu dengan rombongan di jalan akan dibunuh,kecuali para wanita dan
anak dibawah 10 tahun. Hal ini sudah menjadi adat kebiasaan di Jawa. Dan Tome
Pires juga mendengar bahwa hal ini juga terjadi di wilayah Tuban dan
menyaksikan hal yang sama di Sidayu.
Pria
Wajib Bersenjata Setiap lelaki di Jawa , siapapun itu, baik kaya maupun miskin,
harus menyimpan keris, tombak dan perisai di rumahnya. Tidak seorang pria-pun
yang berusia antara dua belas tahun, diperkenankan keluar dari pintu rumah
tanpa mengenakan keris di ikat pinggangnya. Mereka membawa keris seperti halnya
belati dikenakan di Portugal. Harga senjata cukup murah di Jawa dan hal ini
sudah menjadi peraturan di negeri ini.
~Negeri
Jawa hanya memilikI (barang dagangan) kaum pagan yaitu : empat atau lima jenis
beras yang besarnya tak terhitung, beras -- beras ini sangat putih dan
kualitasnya lebih baik dibandingkan beras dari wilayah manapun.
Tempat
ini juga menghasilkan sapi jantan, sapi, domba, kambing, kerbau yang tak
terhitung banyaknya dan tentu saja babi -- di seluruh penjuru pulau dipenuhi
oleh binatang ini. Di sini juga terdapat rusa berbagai ukuran, buah -- buahan
dan berbagai jenis ikan di sepanjang pesisir pantai. Udara di negeri ini segar,
begitu juga dengan airnya.
Terdapat
barisan pegunungan, dataran yang luas dan lembah -- lembah yang membuatnya
tampak seperti negeri kita. Orang -- orang di sini berpenampilan rapi dan
mengesankan, tanpa adanya noda dan kulit mereka tidak hitam, malahan cenderung
putih. Berbeda dengan kita yang menyisir rambut ke bawah, mereka menyisirnya ke
arah berlawanan untuk menunjukkan kesan elegan.
Jawa
juga menghasilkan anggur yang lezat dengan jenisnya yang khas serta banyak
minyak. Namun mereka tidak memiliki mentega atau keju karena mereka tidak tahu
bagaimana cara memproduksinya.
Jawa
menghasilkan emas dalam jumlah besar 8 atau 8,5 cetakan mate; topas; kemukus mencapai
lebih dari 30 bahar setiap tahunnya; cabe jawa; asam yang cukup untuk memenuhi
seribu kapal. Di hutan dapat ditemukan trengguli berkualitas; kapulaga; beras;
sayuran dan budak. Sebagai komoditas, mereka menjual ke Malaka kain Jawa dalam
jumlah yang tak terhingga.
Selain
itu terdapat tambang topas di Jawa. Mereka juga menghasilkan cukup tembaga dan
lonceng dari fruseleira untuk memenuhi kebutuhan di wilayah itu. barang --
barang tersebut merupakan komoditas dagang yang baik.
Koin
dan satuan berat di Jawa
Koin
yang digunakan di Jawa adalah cash dari Cina, 1000 uang ini bernilai sama
dengan 25 calai---100 calai sama dengan 3 cr
uzado.
Seribu koin juga disebut 1 puon. Berdasarkan kebiasaan di negeri tersebut, jika
Anda menyerahkan seribu, mereka akan memberikan tiga puluh lebih sedikit.
Tiga
puluh tersebut diambil sebagai pajak yang diserahkan kepada penguasa wilayah
tersebut. Semua aktivitas perdagangan di negeri ini dilakukan dengan
menggunakan koin -- koin ini.
Jawa
tidak memiliki koin yang terbuat dari emas maupun perak dan sangat menyukai
mata uang orang barat, terutama uang -- uang Portugal. Kata mereka --orang
Jawa--, negeri yang mampu menghasilkan koin- koin seperti itu pastilah negeri
yang berkondisi sama seperti Jawa. Emas yang di bawa dari Jawa ke Malaka akan
bertambah nilainya sebanyak satu pada setiap lima emas.
Keuntungan
yang didapatkan dari barang dagangan yang dikirimkan dari Malaka ke Jawa nyaris
tidak ada, namun, komoditas dagang yang dikirimkan dari Jawa ke Malaka menghasilkan keuntungan besar.
NEGERI JAWA
CATATAN TOME PIRES
PRAT II
Kewajiban Membalas Surat
Di sini Tome Pires menjelaskan betapa
kerasnya watak orang Jawa dan saya sebagai penulis dengan jujur mengakui hal
ini karena masih terlalu sering saya jumpai di pedesaan.
Orang-orang Jawa adalah mereka yang,
apabila telah menulis surat satu kali lalu tidak dibalas, tidak akan menulis
lagi meskipun surat itu berkaitan dengan sesuatu yang sangat penting bagi
mereka, kedutaan besar atau sejenisnya.
Kebiasaan Lelaki Jawa
Orang-orang Jawa adalah pemberani yang
bersedia mati.
Mereka adalah penjudi dan bermain dengan
taruhan besar dengan cara mereka sendiri; sangat tinggi sampai kadang
mempertaruhkan anak mereka sendiri.
Tidak ada bangsa-bangsa lain di mana para
prianya amocos (pengamuk) seperti ada di Jawa. Amocos berarti pria yang berani
mati. Sebagian dari mereka--warga biasa---melakukan hal ini (mengamuk, berani
mati) saat mabuk. Sementara itu para bangsawan Jawa biasanya menantang satu
sama lain untuk berduel, mereka bisa membunuh karena pertengkaran biasa. Hal
ini sudah menjadi kebiasaan di negeri ini. Beberapa dari mereka melakukan
pembunuhan di atas kuda, sebagian lainnya di darat, tergantung kesepakatan yang
telah mereka buat.
Adat Mengenai Kematian
Setiap negeri selalu mempunyai kebiasaan
yang unik ketika berbicara tentang apa hal yang harus dilakukan jika ada orang
yang meninggal dunia. Pun demikian dengan yang terjadi di negeri Jawa. Agaknya,
ketika Tome Pires menyaksikan hal ini, kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jawa
masih terpengaruh kuat dengan kebiasaan yang berasal dari India yang menyebar
di Negeri Jawa pada masa klasik Hindu--Budha. Tome Pires menuliskan seperti
ini;
Sudah menjadi kebiasaan di Jawa dan di
negeri-negeri yang akan kita bicarakan nanti, bahwa ketika sang raja mangkat,
para permaisuri dan selir-selirnya akan membakar diri hidup-hidup, begitu juga
dengan beberapa bawahannya. Hal yang sama juga dilakukan ketika ada penguasa
dan tokoh penting lain yang mati. Kebiasaan ini dilakukan oleh kaum pagan dan bukann
orang-orang Jawa yang beragama Moor.
Wanita yang menolak untuk membakar diri
akan menenggelamkan diri atas keinginan mereka sendiri, diiringi musik dan
pesta. Apabila suami yang meninggal merupakan orang penting atau bangsawan,
maka para pria dan wanita yang ingin mengikutinya akan membunuh diri
menggunakan keris, begitu juga dengan seseorang yang ingin mati mengikuti raja.
Sedangkan orang-orang biasa akan bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di
lautan, atau membakar diri.
Ada beberapa poin penting yang harus
digaris bawahi, yaitu perbedaan cara bunuh diri apabila yang meninggal seorang
raja, bangsawan,dan orang penting dengan rakyat biasa. Agaknya ada sedikit
kebingungan yang dialami oleh Tome Pires ketika menuliskan hal ini sehingga
Pires menuliskan penjelasan lebih lanjut pada bagian terakhir.
Cara bunuh diri ketika melaksanakan Bela
Pati di sini disebutkan dengan menusuk diri dengan keris, membakar diri, dan
menenggelamkan diri di lautan. Jadi apabila di masa sekarang ada yang mendengar
kisah abdi raja pada masa Majapahit mengikuti kematian raja dengan cara gantung
diri, cerita tersebut patut dipertanyakan.
Pertapa di Jawa
Pertapa berarti orang yang taat seperti
beguines. Ada kurang lebih 50.000 pertapa di Jawa, dengan aliran berjumlah tiga
atau empat. Sebagian dari mereka menolak makan nasi atau minum anggur, mereka
semua perjaka dan tidak mengenal perempuan. Mereka mengenakan tata rambut
tertentu sepanjang tiga kaki yang melengkung seperti tongkat uskup.
Benda ini diletakkan di atas kepala mereka
dan dihiasi dengan lima bintang berwarna putih, bahan dari benda ini menyerupai
saringan dari rambut kuda hitam. Para pertapa ini juga dipuja oleh orang-orang
Moor yang sangat percaya kepada mereka. Para Moor ini memberinya sedekah dan
mereka akan sangat bahagia jika pertapa ini berkunjung ke rumah-rumah mereka.
Mereka tidak makan di dalam rumah siapapun,
melainkan di luar pintu. Berdasarkan aturan, mereka berjalan berkelompok dua
hingga tiga orang, hampir tidak pernah sendirian. Orang-orang tidak boleh menyentuh
topi-topi tinggi para pendeta karena kesakralannya.
Tome Pires menambahkan kesaksiannya yang
pernah menyaksikan sendiri, bukan hanya sekali, melainkan beberapa kali,
rombongan sepuluh atau dua belas pertapa di Negeri Jawa.
Pertapa
Wanita
Banyak di antara wanita Jawa yang tidak
menikah dan perawan. Mereka membangun rumah di pegunungan dan tinggal di sana
hingga akhir hayatnya. Beberapa orang lainnya memutuskan untuk menjadi pertapa
setelah kehilangan suami pertamanya--mereka ini menolak untuk membakar diri-.
Kabarnya, jumlah mereka di Jawa sangat banyak, kemungkinan besar ada lebih dari
100.000 wanita. Mereka hidup dalam kesucian hingga mati. Mereka mmembangun
rumah-rumah mereka di tempat terpencil. Para pertapa wanita, seperti halnya
pertapa laki-laki, meminta makanan dengan berkah Tuhan sebagai balasan.
Sopan
Santun di Jawa
Warga negeri membungkuk kepada pate dengan
cara yang sama seperti saat mereka berdoa, yaitu dengan meletakkan tangan di
atas kepala mereka. Mereka meletakkan tangan kanan ke dada orang satu sama lain
dan pada saat bicara, mereka akan menyilangkan tangan.
Ini adalah hal yang dilakukan oleh rakyat
biasa terhadap para penguasa, di mana mereka harus bicara dalam jarak kurang
lebih empat atau lima langkah dan lebih seringnya melalui orang ketiga.
Berbicara melalui orang ketiga atau pendamping merupakan tata krama untuk
berbicara dengan raja.
Hal yang menurut saya pribadi sangat
menarik adalah kesaksian Tome Pires yang ia tuliskan sebagai berikut;
‘’Saya
tidak melihat tata cara pedalaman Jawa ini dilakukan di istana raja. Saya menyaksikan
mereka berada di pesisir pantai di negeri orang Moor. Para pate Moor,
sebagaimana nanti akan dijelaskan, merupakan penguasa yang baik. Mereka bicara
dengan penuh sopan santun dan beradap mengenai hal-hal yang ada di istana dan
kekayaan. Mereka membicarakan urusan yang berkaitan dengan guste pate dengan
penuh rasa hormat.
Demikianlah
gambaran umum mengenai masyarakat Negeri Jawa yang digambarkan oleh Tome Pires
dalam laporan perjalanannya. Pires jelas menggunakan sudut pandang orang ketiga
ketika menuliskan hal-hal di atas, sehingga wajar apabila terjadi kesalah
pahaman atas suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di Negeri Jawa.’’
Diakui atau tidak, gambaran di atas adalah
gambaran yang dilihat oleh orang asing ketika datang ke tanah Jawa ini.
Teruskan sifat dan nilai yang baik dari pendahulu kita, jadikan keburukannya
sebagai cerminan diri agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Selanjutnya akan dibahas bagaimana
perekonomian di negeri Jawa berdasarkan catatan Tome Pires yang mungkin juga
akan saya kombinasikan dengan buku Denys Lombard: Nusa Jawa Silang Budaya.
Bacaan singkat hanya agar kita sekedar tahu bagaimana pendahulu kita melakukan
kontak perdagangan dengan bangsa asing
MENYELISIK
MASA LAMPAU JAWA DARI BUKU SUMA ORIENTAL
~Tome Pires adalah seorang apoteker Portugis
yang diberi tugas berlayar ke Timur jauh guna mempelajari dan menemukan tanaman
obat-obatan baru. Bersama kapten Francisco Rodrigues ia melayar Laut Merah
sampai ke tanah Tiongkok, sambil mencatat semua yang ia saksikan dan pelajari
dari berbagai negara yang ia singgahi. Catatannya yang terangkum dalam naskah
Suma Oriental – dipersembahkan untuk Raja Manual I yang juga dikenal sebagai
Manual of Portugal – yang wafat pada tahun 1521.
Perkenankan
saya memperkenalkan diri sebagai salah satu pecinta sejarah Jawa yang gemar
membaca. Beberapa tahun yang lalu saya berburu buku Suma Oriental karena kurun
jelajah Tome Pires pada tahun 1512-1515 saya anggap menarik. Yaitu saat
kerajaan Majapahit sudah tiada akan tetapi namanya masih harum semerbak serta
pengaruhnya masih terasa.
Di
masa itu orang-orang Portugis sudah berdatangan ke tanah Jawa untuk berdagang,
dan sudah punya markas di Malaka. Secara terperinci Pires mengungkapkan system
mata uang Jawa, system takaran serta timbangan, juga berbagai jenis komoditi
dari Jawa.
Pires
mencatat bahwa orang-orang Jawa berkulit putih, bertubuh kekar, sangat bangga
atas kejawaannya. Rambut para pria dicukur habis, hanya tersisa pendek di
bagian atas kepala. Para pendatang yang menguasai pelabuhan-pelabuhan di Jawa
dicatat berkulit gelap dan senantiasa mengaku sebagai orang Jawa. Bahkan lebih
menyombongkan kejawaan mereka dari orang Jawa aslinya.
Berikut saya terjemahkan beberapa paragraph
dari buku Suma Oriental:
(dari halaman 174-175)
“Raja Jawa bernama Batara
Vogjaya (Bethara Wijaya), raja-raja Jawa punya gagasan fantastis; yaitu
keningratan mereka tiada duanya. Para pembesar Jawa berperawakan tinggi dan
tampan; mereka berpakaian megah, memiliki kuda-kuda yang mengenakan
jubah/abah-abah. Mereka menggunakan keris, pedang, tombak dari berbagai model,
yang semuanya berlapis emas. Mereka adalah pemburu-pemburu handal, sanggurdi
dan pelana kuda semuanya berlapis emas. Hal yang demikian belum pernah terlihat
di tempat lain di dunia.”
(dari halaman 177)
Pires mencatat keberadaan pria pertapa yang
jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu orang di Jawa.
“Ada tiga sampai empat golongan pertapa.
Mereka tidak makan nasi ataupun minum arak, menjaga kesucian tanpa bersentuhan
dengan manusia lain, tidak menikah, hidup dari minta sedekah makanan. Mereka
tidak makan dalam rumah orang yang memberi tetapi makan di sebelah luar.”
(dari halaman 178)
“Ada
banyak pria kedi/kasim di Jawa. Mereka berpakaian seperti wanita, bergelung
rambut di puncak kepala. Mereka bertugas menjaga dan melayani wanita-wanita
bangsawan.”
(dari halaman 179)
“Setiap
pria di Jawa baik ia kaya ataupun miskin, tua ataupun muda, memiliki keris,
tombak serta tameng kayu di rumahnya. Dan tidak ada lelaki yang berusia 12
sampai 80 tahun yang pernah keluar rumah tanpa sebilah keris terselip di
pinggang.”
(dari halaman 180)
“The
people are very sleek and splendid, without blemish, with strong bodies, such
as the said country demand. Orang-orangnya berkulit mulus dan keren, tanpa
cela, berbadan kuat, sangat sesuai untuk negeri tersebut.”
(dari halaman 191)
Saat Tome Pires dikunjungi oleh salah satu
ksatria Jawa yang dikawal oleh sepuluh tentara bertombak. “Perawakannya tinggi berotot, wajahnya berbintik, rambutnya keriting.”
(dari halaman 199)
Pires
menggambarkan wanita-wanita ningrat yang keluar rumah dengan tandu mewah,
mengenakan pakaian indah, perhiasan serta mahkota emas, seperti bidadari. Tanpa
ragu Pires menyatakan wanita-wanita Jawa adalah yang paling rinci dandanannya
di dunia.
Demikian sekilas tentang kehidupan para
pendahulu kita, sebagai masukan agar jangan sampai terlupakan apalagi sampai
hilang kebanggaan atas sejarah dan kebudayaan warisan leluhur
CATATAN TOME
PIRES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar