Minggu, 12 April 2020

NEGERI JAWA CATATAN TOME PIRES







~Salah satu catatan yang paling penting dan lengkap mengenai dunia Timur yang dibuat pada awal abad ke XVI adalah Suma Oriental karya Tome Pires. Catatan yang ditulis pada 1512 -- 1515 dan hampir terlupakan ini secara mengejutkan, didalamnya terdapat codex yang sama seperti yang ditemukan dalam karya kontemporer dari Fransisco Rodrigues yang di dalamnya mencakup peta -- peta berharga, yang membuatnya menjadi buku terkenal di seluruh dunia pada pertengahan abad terakhir.
Catatan mengenai Jawa dalam catatan Tome Pires bisa dikatakan cukup beragam. Mulai dari gambaran geografis, sosial, ekonomi dan budaya Negeri Jawa. Berikut ini akan penulis rangkumkan apa yang dituliskan Tome Pires tentang Negeri Jawa dari bukunya yang berjudul Suma Oriental.

Kondisi Umum
Pires membedakan antara negeri Jawa dengan negeri Sunda. Negeri Jawa dituliskan sebagai sebuah negeri yang membentang dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum). Luasnya mencapai 400 league dimulai dari Cimanuk, membentang hingga Blambangan kemudian memutar dari satu sisi ke sisi lain. Negeri ini sangat teduh, tidak berawa, melainkan bertipe sama dengan Portugal dan kondisinya sangat sehat.
Dikabarkan bahwa dulu, wilayah kekuasaan Negeri Jawa luas hingga mencapai Maluku (Maluco) yang ada di sebelah Timur dan sebagian besar wilayah barat. Negeri Jawa bahkan nyaris menguasai pulau Sumatra dan pulau -- pulau lain yang dikenal oleh orang -- orang Jawa. Hal ini berlangsung untuk waktu yang lama, kurang lebih seratus tahun, hingga akhirnya kekuatan Negeri Jawa mulai berkurang dan keadaannya menjadi seperti sekarang, sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini.
Di masa itu, Negeri Jawa sangat berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, juga karena kerajaan ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat yang sangat jauh---mereka menegaskan bahwa kerajaan ini berlayar hingga ke Aden dan bahwa perdagangannya yang terbesar dilakukan di Bonuaquelim, Bengal, dan Pasai---di mana mereka menguasai seluruh perdagangan yang ada.
Seluruh pelautnya merupakan orang pagan, mereka mengumpulkan para pedagang yang membawa banyak komoditas di sepanjang pesisir pantai. Hasilnya, tidak ada satu pun tempat yang dikabarkan mampu menyamai kebesaran dan kekayaan lokasi ini. Pedagang -- pedagang tersebut terdiri dari orang Cina, Arab, Persia, Gujarat, Bengal dan dari berbagai bangsa lainnya. Jumlah mereka amat banyak sehingga Muhammad dan para pengikutnya merasa mantap untuk memperkenalkan doktrin mereka di pesisir pantai Jawa dengan barang dagangannya.



Orang Jawa
Raja Jawa adalah seorang pagan, ia dikenal dengan nama Batara Vojyaya. Raja -- raja Jawa ini memiliki gagasan luar biasa; mereka mengatakan bahwa keningratan mereka tidak dapat tersaingi. Para bangsawan pagan Jawa bertubuh tinggi dan rupawan. Mereka merias diri dengan mewah dan menghias kuda-kudanya dengan cara serupa.
Mereka menggunakan berbagai macam keris, pedang, dan tombak yang berlapis emas. Mereka adalah pemburu dan pengendara kuda yang lihai- tentu saja pijakan kaki dan pelana kudanya juga berlapis emas, hal ini tidak dapat ditemukan di tempat lain di seluruh dunia.
Para penguasa Jawa juga bersikap seperti bangsawan, mereka sangat dimuliakan dan tentunya tidak ada satu bangsa pun di wilayah itu yang mampu menandingi mereka. Rambut mereka dicukur --dicukur setengah, dibagian ubun-ubunnya---sebagai simbol kecantikan. Mereka selalu menyibakkan rambutnya dari dahi ke atas, tidak seperti yang kita lakukan dan mereka sangat bangga dengan gaya ini.



Kehidupan Istana
Para penguasa di Jawa amat dipatuhi bagaikan Dewa. Mereka diperlakukan dengan penuh hormat dan kepatuhan. Negeri Jawa di bagian pedalaman berpenduduk padat, memiliki banyak kota, beberapa di antaranya berukuran sangat besar, termasuk Kota Dayo di mana ia membangun istana dan selalu tinggal di sana.
Kabarnya, orang -- orang yang sering berkunjung ke istana ini tidak terhitung. Sang Raja jarang menampakkan diri di depan umum, melainkan hanya satu atau dua kali dalam setahun. Raja lebih sering tinggal di dalam istana bersama para istri dan selir. Kabarnya, Raja Jawa mempekerjakan 1000 orang kasim untuk menjaga wanita -- wanita ini, mereka mengenakan pakaian wanita dan tata rambut berbentuk mahkota.
Pada masa ini, rakyat sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap raja. Kekuasaan dipegang oleh Gusti Pate didampingi wakil raja dan wakil tertingginya. Gusti pate ini sangat dihormati dan dipatuhi perintahnya. Ia lah yang berhak memberikan perintah agar raja diberikan makan, sehingga raja tidak memiliki hak untuk bersuara atas apapun.
Rakyat biasa tidak diperkenankan untuk memandang raja dari pusar ke atas. Rakyat diharuskan menundukkan kepalanya dan siapapun yang melanggar bisa dijatuhi hukuman mati.
Di Jawa, terdapat banyak kasim. Mereka mengenakan pakaian yang mirip dengan wanita, rambutnya diikat diatas kepala di bagian tengah seperti mahkota. Mereka dipekerjakan sebagai pengawal para wanita mengingat para pria Jawa adalah pria -- pria yang sangat pencemburu. Mereka tidak memperbolehkan siapapun melihat para wanitanya. Kecuali diantara rakyat biasa. Dan diantara para bangswan, mereka rela mati demi menjaga para wanitanya lebih dari apapun.

Saat Raja Berburu
~Pada saat raja keluar dari istananya, pengumuman akan disebar diseluruh kota dan tiadak ada seorangpun yang diijinkan untuk meninggalkan rumah dalam kondisi apapun. Sang Raja meninggalkan rumah ditemani 2000 -- 3000 prajurit dengan tombak yang disimpan dalam kantong berlapis emas dan perak. Para prajurit ini berbaris di depan, sementara para selir ditempatkan dalam pakaian yang sangat indah.
Para permaisuri menaiki gajah yang dihias menggunakan vair. Tiap-tiap permaisuri dan selir diikuti oleh 30 perempuan yang berjalan kaki, berurutan sesuai derajat mereka. Dibelakang mereka barulah sang Raja berkendara bersama Gusti Pate nya. Mereka membawa serta anjing pemburu dan anjing greyhound sedangkan pria lainnya membawa trisula berburu yang bertatahkan dengan indah.

Siapapun yang bertemu dengan rombongan di jalan akan dibunuh,kecuali para wanita dan anak dibawah 10 tahun. Hal ini sudah menjadi adat kebiasaan di Jawa. Dan Tome Pires juga mendengar bahwa hal ini juga terjadi di wilayah Tuban dan menyaksikan hal yang sama di Sidayu.
Pria Wajib Bersenjata Setiap lelaki di Jawa , siapapun itu, baik kaya maupun miskin, harus menyimpan keris, tombak dan perisai di rumahnya. Tidak seorang pria-pun yang berusia antara dua belas tahun, diperkenankan keluar dari pintu rumah tanpa mengenakan keris di ikat pinggangnya. Mereka membawa keris seperti halnya belati dikenakan di Portugal. Harga senjata cukup murah di Jawa dan hal ini sudah menjadi peraturan di negeri ini.




~Negeri Jawa hanya memilikI (barang dagangan) kaum pagan yaitu : empat atau lima jenis beras yang besarnya tak terhitung, beras -- beras ini sangat putih dan kualitasnya lebih baik dibandingkan beras dari wilayah manapun.
Tempat ini juga menghasilkan sapi jantan, sapi, domba, kambing, kerbau yang tak terhitung banyaknya dan tentu saja babi -- di seluruh penjuru pulau dipenuhi oleh binatang ini. Di sini juga terdapat rusa berbagai ukuran, buah -- buahan dan berbagai jenis ikan di sepanjang pesisir pantai. Udara di negeri ini segar, begitu juga dengan airnya.

Terdapat barisan pegunungan, dataran yang luas dan lembah -- lembah yang membuatnya tampak seperti negeri kita. Orang -- orang di sini berpenampilan rapi dan mengesankan, tanpa adanya noda dan kulit mereka tidak hitam, malahan cenderung putih. Berbeda dengan kita yang menyisir rambut ke bawah, mereka menyisirnya ke arah berlawanan untuk menunjukkan kesan elegan.

Jawa juga menghasilkan anggur yang lezat dengan jenisnya yang khas serta banyak minyak. Namun mereka tidak memiliki mentega atau keju karena mereka tidak tahu bagaimana cara memproduksinya.
Jawa menghasilkan emas dalam jumlah besar 8 atau 8,5 cetakan mate; topas; kemukus mencapai lebih dari 30 bahar setiap tahunnya; cabe jawa; asam yang cukup untuk memenuhi seribu kapal. Di hutan dapat ditemukan trengguli berkualitas; kapulaga; beras; sayuran dan budak. Sebagai komoditas, mereka menjual ke Malaka kain Jawa dalam jumlah yang tak terhingga.

Selain itu terdapat tambang topas di Jawa. Mereka juga menghasilkan cukup tembaga dan lonceng dari fruseleira untuk memenuhi kebutuhan di wilayah itu. barang -- barang tersebut merupakan komoditas dagang yang baik.
Koin dan satuan berat di Jawa
Koin yang digunakan di Jawa adalah cash dari Cina, 1000 uang ini bernilai sama dengan 25 calai---100 calai sama dengan 3 cr
uzado. Seribu koin juga disebut 1 puon. Berdasarkan kebiasaan di negeri tersebut, jika Anda menyerahkan seribu, mereka akan memberikan tiga puluh lebih sedikit.
Tiga puluh tersebut diambil sebagai pajak yang diserahkan kepada penguasa wilayah tersebut. Semua aktivitas perdagangan di negeri ini dilakukan dengan menggunakan koin -- koin ini.

Jawa tidak memiliki koin yang terbuat dari emas maupun perak dan sangat menyukai mata uang orang barat, terutama uang -- uang Portugal. Kata mereka --orang Jawa--, negeri yang mampu menghasilkan koin- koin seperti itu pastilah negeri yang berkondisi sama seperti Jawa. Emas yang di bawa dari Jawa ke Malaka akan bertambah nilainya sebanyak satu pada setiap lima emas.
Keuntungan yang didapatkan dari barang dagangan yang dikirimkan dari Malaka ke Jawa nyaris tidak ada, namun, komoditas dagang yang dikirimkan dari Jawa ke Malaka menghasilkan keuntungan  besar.

NEGERI JAWA CATATAN TOME PIRES
PRAT II

Kewajiban Membalas Surat
Di sini Tome Pires menjelaskan betapa kerasnya watak orang Jawa dan saya sebagai penulis dengan jujur mengakui hal ini karena masih terlalu sering saya jumpai di pedesaan.
Orang-orang Jawa adalah mereka yang, apabila telah menulis surat satu kali lalu tidak dibalas, tidak akan menulis lagi meskipun surat itu berkaitan dengan sesuatu yang sangat penting bagi mereka, kedutaan besar atau sejenisnya.

Kebiasaan Lelaki Jawa
Orang-orang Jawa adalah pemberani yang bersedia mati.
Mereka adalah penjudi dan bermain dengan taruhan besar dengan cara mereka sendiri; sangat tinggi sampai kadang mempertaruhkan anak mereka sendiri.
Tidak ada bangsa-bangsa lain di mana para prianya amocos (pengamuk) seperti ada di Jawa. Amocos berarti pria yang berani mati. Sebagian dari mereka--warga biasa---melakukan hal ini (mengamuk, berani mati) saat mabuk. Sementara itu para bangsawan Jawa biasanya menantang satu sama lain untuk berduel, mereka bisa membunuh karena pertengkaran biasa. Hal ini sudah menjadi kebiasaan di negeri ini. Beberapa dari mereka melakukan pembunuhan di atas kuda, sebagian lainnya di darat, tergantung kesepakatan yang telah mereka buat.

Adat Mengenai Kematian
Setiap negeri selalu mempunyai kebiasaan yang unik ketika berbicara tentang apa hal yang harus dilakukan jika ada orang yang meninggal dunia. Pun demikian dengan yang terjadi di negeri Jawa. Agaknya, ketika Tome Pires menyaksikan hal ini, kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jawa masih terpengaruh kuat dengan kebiasaan yang berasal dari India yang menyebar di Negeri Jawa pada masa klasik Hindu--Budha. Tome Pires menuliskan seperti ini;
Sudah menjadi kebiasaan di Jawa dan di negeri-negeri yang akan kita bicarakan nanti, bahwa ketika sang raja mangkat, para permaisuri dan selir-selirnya akan membakar diri hidup-hidup, begitu juga dengan beberapa bawahannya. Hal yang sama juga dilakukan ketika ada penguasa dan tokoh penting lain yang mati. Kebiasaan ini dilakukan oleh kaum pagan dan bukann orang-orang Jawa yang beragama Moor.
Wanita yang menolak untuk membakar diri akan menenggelamkan diri atas keinginan mereka sendiri, diiringi musik dan pesta. Apabila suami yang meninggal merupakan orang penting atau bangsawan, maka para pria dan wanita yang ingin mengikutinya akan membunuh diri menggunakan keris, begitu juga dengan seseorang yang ingin mati mengikuti raja. Sedangkan orang-orang biasa akan bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di lautan, atau membakar diri.
Ada beberapa poin penting yang harus digaris bawahi, yaitu perbedaan cara bunuh diri apabila yang meninggal seorang raja, bangsawan,dan orang penting dengan rakyat biasa. Agaknya ada sedikit kebingungan yang dialami oleh Tome Pires ketika menuliskan hal ini sehingga Pires menuliskan penjelasan lebih lanjut pada bagian terakhir.

Cara bunuh diri ketika melaksanakan Bela Pati di sini disebutkan dengan menusuk diri dengan keris, membakar diri, dan menenggelamkan diri di lautan. Jadi apabila di masa sekarang ada yang mendengar kisah abdi raja pada masa Majapahit mengikuti kematian raja dengan cara gantung diri, cerita tersebut patut dipertanyakan.
Pertapa di Jawa
Pertapa berarti orang yang taat seperti beguines. Ada kurang lebih 50.000 pertapa di Jawa, dengan aliran berjumlah tiga atau empat. Sebagian dari mereka menolak makan nasi atau minum anggur, mereka semua perjaka dan tidak mengenal perempuan. Mereka mengenakan tata rambut tertentu sepanjang tiga kaki yang melengkung seperti tongkat uskup.

Benda ini diletakkan di atas kepala mereka dan dihiasi dengan lima bintang berwarna putih, bahan dari benda ini menyerupai saringan dari rambut kuda hitam. Para pertapa ini juga dipuja oleh orang-orang Moor yang sangat percaya kepada mereka. Para Moor ini memberinya sedekah dan mereka akan sangat bahagia jika pertapa ini berkunjung ke rumah-rumah mereka.

Mereka tidak makan di dalam rumah siapapun, melainkan di luar pintu. Berdasarkan aturan, mereka berjalan berkelompok dua hingga tiga orang, hampir tidak pernah sendirian. Orang-orang tidak boleh menyentuh topi-topi tinggi para pendeta karena kesakralannya.
Tome Pires menambahkan kesaksiannya yang pernah menyaksikan sendiri, bukan hanya sekali, melainkan beberapa kali, rombongan sepuluh atau dua belas pertapa di Negeri Jawa.

Pertapa Wanita
Banyak di antara wanita Jawa yang tidak menikah dan perawan. Mereka membangun rumah di pegunungan dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya. Beberapa orang lainnya memutuskan untuk menjadi pertapa setelah kehilangan suami pertamanya--mereka ini menolak untuk membakar diri-. Kabarnya, jumlah mereka di Jawa sangat banyak, kemungkinan besar ada lebih dari 100.000 wanita. Mereka hidup dalam kesucian hingga mati. Mereka mmembangun rumah-rumah mereka di tempat terpencil. Para pertapa wanita, seperti halnya pertapa laki-laki, meminta makanan dengan berkah Tuhan sebagai balasan.

Sopan Santun di Jawa
Warga negeri membungkuk kepada pate dengan cara yang sama seperti saat mereka berdoa, yaitu dengan meletakkan tangan di atas kepala mereka. Mereka meletakkan tangan kanan ke dada orang satu sama lain dan pada saat bicara, mereka akan menyilangkan tangan.
Ini adalah hal yang dilakukan oleh rakyat biasa terhadap para penguasa, di mana mereka harus bicara dalam jarak kurang lebih empat atau lima langkah dan lebih seringnya melalui orang ketiga. Berbicara melalui orang ketiga atau pendamping merupakan tata krama untuk berbicara dengan raja.
Hal yang menurut saya pribadi sangat menarik adalah kesaksian Tome Pires yang ia tuliskan sebagai berikut;
‘’Saya tidak melihat tata cara pedalaman Jawa ini dilakukan di istana raja. Saya menyaksikan mereka berada di pesisir pantai di negeri orang Moor. Para pate Moor, sebagaimana nanti akan dijelaskan, merupakan penguasa yang baik. Mereka bicara dengan penuh sopan santun dan beradap mengenai hal-hal yang ada di istana dan kekayaan. Mereka membicarakan urusan yang berkaitan dengan guste pate dengan penuh rasa hormat.
Demikianlah gambaran umum mengenai masyarakat Negeri Jawa yang digambarkan oleh Tome Pires dalam laporan perjalanannya. Pires jelas menggunakan sudut pandang orang ketiga ketika menuliskan hal-hal di atas, sehingga wajar apabila terjadi kesalah pahaman atas suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di Negeri Jawa.’’

Diakui atau tidak, gambaran di atas adalah gambaran yang dilihat oleh orang asing ketika datang ke tanah Jawa ini. Teruskan sifat dan nilai yang baik dari pendahulu kita, jadikan keburukannya sebagai cerminan diri agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Selanjutnya akan dibahas bagaimana perekonomian di negeri Jawa berdasarkan catatan Tome Pires yang mungkin juga akan saya kombinasikan dengan buku Denys Lombard: Nusa Jawa Silang Budaya. Bacaan singkat hanya agar kita sekedar tahu bagaimana pendahulu kita melakukan kontak perdagangan dengan bangsa asing



MENYELISIK MASA LAMPAU JAWA DARI BUKU SUMA ORIENTAL

~Tome Pires adalah seorang apoteker Portugis yang diberi tugas berlayar ke Timur jauh guna mempelajari dan menemukan tanaman obat-obatan baru. Bersama kapten Francisco Rodrigues ia melayar Laut Merah sampai ke tanah Tiongkok, sambil mencatat semua yang ia saksikan dan pelajari dari berbagai negara yang ia singgahi. Catatannya yang terangkum dalam naskah Suma Oriental – dipersembahkan untuk Raja Manual I yang juga dikenal sebagai Manual of Portugal – yang wafat pada tahun 1521.

Perkenankan saya memperkenalkan diri sebagai salah satu pecinta sejarah Jawa yang gemar membaca. Beberapa tahun yang lalu saya berburu buku Suma Oriental karena kurun jelajah Tome Pires pada tahun 1512-1515 saya anggap menarik. Yaitu saat kerajaan Majapahit sudah tiada akan tetapi namanya masih harum semerbak serta pengaruhnya masih terasa.
Di masa itu orang-orang Portugis sudah berdatangan ke tanah Jawa untuk berdagang, dan sudah punya markas di Malaka. Secara terperinci Pires mengungkapkan system mata uang Jawa, system takaran serta timbangan, juga berbagai jenis komoditi dari Jawa.
Pires mencatat bahwa orang-orang Jawa berkulit putih, bertubuh kekar, sangat bangga atas kejawaannya. Rambut para pria dicukur habis, hanya tersisa pendek di bagian atas kepala. Para pendatang yang menguasai pelabuhan-pelabuhan di Jawa dicatat berkulit gelap dan senantiasa mengaku sebagai orang Jawa. Bahkan lebih menyombongkan kejawaan mereka dari orang Jawa aslinya.

Berikut saya terjemahkan beberapa paragraph dari buku Suma Oriental:
(dari halaman 174-175)
“Raja Jawa bernama Batara Vogjaya (Bethara Wijaya), raja-raja Jawa punya gagasan fantastis; yaitu keningratan mereka tiada duanya. Para pembesar Jawa berperawakan tinggi dan tampan; mereka berpakaian megah, memiliki kuda-kuda yang mengenakan jubah/abah-abah. Mereka menggunakan keris, pedang, tombak dari berbagai model, yang semuanya berlapis emas. Mereka adalah pemburu-pemburu handal, sanggurdi dan pelana kuda semuanya berlapis emas. Hal yang demikian belum pernah terlihat di tempat lain di dunia.”
(dari halaman 177)

Pires mencatat keberadaan pria pertapa yang jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu orang di Jawa.
 “Ada tiga sampai empat golongan pertapa. Mereka tidak makan nasi ataupun minum arak, menjaga kesucian tanpa bersentuhan dengan manusia lain, tidak menikah, hidup dari minta sedekah makanan. Mereka tidak makan dalam rumah orang yang memberi tetapi makan di sebelah luar.”
(dari halaman 178)

“Ada banyak pria kedi/kasim di Jawa. Mereka berpakaian seperti wanita, bergelung rambut di puncak kepala. Mereka bertugas menjaga dan melayani wanita-wanita bangsawan.”
(dari halaman 179)

“Setiap pria di Jawa baik ia kaya ataupun miskin, tua ataupun muda, memiliki keris, tombak serta tameng kayu di rumahnya. Dan tidak ada lelaki yang berusia 12 sampai 80 tahun yang pernah keluar rumah tanpa sebilah keris terselip di pinggang.”
(dari halaman 180)

“The people are very sleek and splendid, without blemish, with strong bodies, such as the said country demand. Orang-orangnya berkulit mulus dan keren, tanpa cela, berbadan kuat, sangat sesuai untuk negeri tersebut.”
(dari halaman 191)

Saat Tome Pires dikunjungi oleh salah satu ksatria Jawa yang dikawal oleh sepuluh tentara bertombak. “Perawakannya tinggi berotot, wajahnya berbintik, rambutnya keriting.”
(dari halaman 199)

  Pires menggambarkan wanita-wanita ningrat yang keluar rumah dengan tandu mewah, mengenakan pakaian indah, perhiasan serta mahkota emas, seperti bidadari. Tanpa ragu Pires menyatakan wanita-wanita Jawa adalah yang paling rinci dandanannya di dunia.
Demikian sekilas tentang kehidupan para pendahulu kita, sebagai masukan agar jangan sampai terlupakan apalagi sampai hilang kebanggaan atas sejarah dan kebudayaan warisan leluhur


CATATAN TOME PIRES

Tidak ada komentar:

Posting Komentar