Jumat, 10 April 2020

PRASASTI KUDADU


PRASASTI KUDADU



Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur.Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa.

Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Saṃgrāmawijaya melarikan diri dengan dikejar-kejar oleh musuh, yaitu tentara Jayakatwang, yang telah membinasakan Raja Kertanegara.

Bagian sambadha dari prasasti Kudadu itu ditulis dengan panjang lebar sampai meliputi lebih dari tiga lempengan prasasti timbal balik. Menceriterakan dengan terperinci bagaimana Wijaya diperintahkan Raja Kertanegara untuk menghalau musuh yang telah menyerbu sampai ke Desa Jasun Wungkal, sampai ia terpaksa melarikan diri dan terkepung oleh musuh. Ia berlari terus sambil memberikan perlawanan, tetapi senantiasa kalah karena banyaknya musuh. Akhirnya ia sampai ke Desa Kudadu.Ternyata kemudian bahwa para pejabat Desa Kudadu masih setia kepada Raja Kertanegara, karena mereka telah

memberikan makan, minum dan tempat persembunyian pada Wijaya dan pengikut-pengikutnya, yang terdiri dari Lembu Sora, Ranggalawe, Nambi, Dangdi, Banyak Kapok, Pedang, Mahisa Pawagal, Pamandan, Gajah Pagon dan Wiragati. Kemudian para pejabat Desa Kudadu itu, yang dipimpin oleh kepala desanya yang bernama Macan Kuping, mengantarkan Wijaya sampai ke Rǝmbaṅ, untuk kemudian berlayar menyeberang ke Pulau Madura.
Setelah Wijaya menjadi raja, ia tidak melupakan jasa-jasa para pejabat desa itu, dan karena itu menganugerahkan Desa Kudadu sebagai daerah perdikan bagi para pejabat Desa Kudadu dengan semua keturunan-keturunannya. Prasasti ini sudah diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes di dalam catatan-catatan edisinya mengenai Pararaton.
--- Bunyi dan isi Prasasti Kudadu Raja Kertarajasa Jayawardhana awal berdirinya Kerajaan Majapahit ---

Prasasti Kudadu. Raja Kertarajasa Jayawardhana (nama resmi Nararya Sanggramawijaya atau Raden Wijaya) menegaskan bahwa ia telah diberikan Kadhadu sebagai imbalan atas dukungannya ketika Nararya Sanggrama dan temannya membutuhkan bantuan dalam perjalanan mereka ke Madura. Laporan Perjalanan. Ditemukan di Kudadu dekat Gunung Butak.

Isi dan Alih aksara:



//0// swasti śakawarṣātīta ' 1216 ' bhadrapāda māsa ' tīthi pañcā mī kṛṣṇapakṣa ' ha ' u ' śa ' wāra maḍaṅkaṅan* ' bāyabya sthagrahacāra ' rohiṇi nakṣatra ' prajāpati dewatā ' mahendra māṇḍala ' siddhi yoga ' werajya muhūrtta ' yama parwweśa ' tetila karaṇa ' kanya rāśi ' irika diwasanyajñā śrī mahāwīratameśwarānanditapara kramottaṅgadewa** ' mahābaṇa sapatnādhipawinaka karaṇa ' śīlā cāra guṇa rūpawinayotta manuyukta ' samasta yawadwīpeśwara 'sakala sujana dharmma saṁ rakṣaṇa ' narasiṅhanagaradharmmawiśeṣa santana ' narasiṅhamūrtti sutātmaja ' kṛtanaga....
-----------------------------------------------



Ketika pasukan Raja Jayakatwang mencapai desa Jasun-Wungkal, Raja Kertanagara mengirim Yang Mulia (1) dan Ardaraja untuk memerangi musuh. Yang Mulia dan juga Ardaraja adalah menantu laki-laki Raja Kertanagara, tetapi Ardaraja juga putra Raja Jayakatwang. Ketika Yang Mulia dan Ardaraja meninggalkan Tumapel tiba di Kedung Peluk, Yang Mulia bertemu pertama dengan musuh. Setelah pertempuran, musuh melarikan diri sementara menderita kerugian besar. Setelah itu pasukan Yang Mulia pindah ke Lembah [lembah], tetapi tidak ada musuh yang terlihat. Setelah itu dia pindah lagi ke barat ke Batang, di mana pasukan depannya melihat musuh mundur tanpa bertempur.

Meninggalkan Batang, Yang Mulia datang ke Kapulungan, di mana dia berjuang dan mengalahkan musuh, dia melihat. Setelah menderita kerugian besar, musuh mundur. Begitu juga kondisi pasukannya sampai ia mencapai Rabut Charat, di mana ia melihat musuh datang dari barat. Dia memerintahkan pasukannya untuk melawan mereka. Sekali lagi menderita kerugian besar, musuh lari. Tampaknya mereka menghilang selamanya. Namun, dari timur Hanyiru, musuh mengangkat untaian merah dan putih. Melihat mereka, Ardaraja meletakkan senjatanya dan berlari tanpa malu ke Kapulungan dalam pengkhianatan, yang menyebabkan kehancuran pasukan Yang Mulia, tetapi Yang Mulia tetap setia kepada Raja Kertanagara. Itulah alasannya, mengapa ia tetap di Rabut Charat dan kemudian pindah ke Pamotan Apajeg utara dari hibah sungai dengan hanya sekitar 600 orang. Keesokan harinya saat fajar dia dikejar oleh musuh. Beberapa pasukannya bertempur, beberapa tewas, beberapa melarikan diri untuk berlindung. Dia mundur hanya dengan beberapa pengikut, putus asa dan tak berdaya.

Setelah musyawarah dengan rekan-rekannya di proposal untuk bergegas ke Terung untuk meminta kepala desa, Wuru Agraja, yang telah ditunjuk oleh almarhum Raja Kertanagara untuk mengumpulkan penduduk desa-desa timur / {37} dan tenggara Terung, dengan suara bulat diterima. Di malam dia pergi ke Kulawan, karena dia takut dia harus diikuti oleh musuh yang luar biasa. Namun demikian di Kulawan ia bertemu dengan musuh, yang ia berhasil hindari dengan menjalankan utara-bangsal ke arah Kambangsri. Tetapi musuh juga ada, yang segera mengejarnya. Seketika ia berlari bersama teman-temannya, menyeberangi sungai besar ke utara.

Banyak di antara teman-temannya tenggelam; beberapa ditangkap dan beberapa ditusuk dengan tombak. Mereka yang berhasil mencapai bank lain, tersebar di seluruh tempat. Hanya dua belas sahabat yang tersisa untuk melindunginya. Siang hari dia datang ke Kudadu lapar, lelah dan sedih. Sungguh penderitaannya tak tertahankan. Namun, kepala desa menyambutnya dengan sepenuh hati.
Segera dia diberi makanan, minuman dan nasi. Selain persembunyian yang aman ditemukan baginya tidak terlihat oleh banyak musuh yang mencari dia. Kepala desa melakukan upaya besar untuk membantunya mencapai tujuannya, bahkan menemaninya(hingga) ke wilayah Rembang dan setelah itu memberi tahu Yang Mulia tentang jalan-jalan menuju ke Madhura(Mathura) di mana ia bermaksud untuk berlindung [...].
------------------------------------------------------------

Keterangan:
(1) I.e. Nararya Sanggramawijaya.
Kepustakaan:
Boechari, 2012, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
Denys Lombard, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia 2, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sumber:
J. L. A. Brandes, di: Pararaton. Ken Arok atau Kitab Raja Tumapel dan Majapahit (Diskursus Masyarakat Seni dan Sains Batavia, XLIX), 1896, hlm. 94-96; dan dalam Earls Jawa Kuno. Transkripsi Nagelaten dari Dr. J. L. A. Brandes (Debat Masyarakat Seni dan Sains Batavia, 60), 1913, hlm. 195-98. Slametmuljana, hal. 36-37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar