Setelah maharaja
Singawikramawardhana dyah Suraprabhawa gugur pada tahun 1400C/1478M dengan
sengkala Sunyi Nora Yuganing Wong, akibat serbuan empat putra Sang Sinagara
Rajasawardhana yaitu Bhre Koripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan Bhre
Kertabhumi, kerajaan Majapahit sepenuhnya berada dalam kekuasaan para putra
Sang Sinagara.
Dalam penggempuran ke istana
Majapahit di Trowulan tahun 1478M, putra sulung Sang Sinagara yaitu Bhre
Koripan Wijaya Parakrama dyah Samarawijaya juga gugur.
Oleh karena itu yang kemudian
bertahta sebagai maharaja Majapahit adalah Bhre Mataram Girindrawardhana Dyah
Wijayakarana, adik kandung Bhre Koripan Wijaya Parakrama Dyah Samawawijaya.
Pada masa pemerintahan
Girindrawardhana dyah Wijayakarana, kerajaan Majapahit tidak lagi beribukota di
Trowulan, melainkan pindah ke Keling dan pindah lagi ke Daha.
Ibukota Majapahit di Daha bertahan
sampai tahun 1527M. [analisa ini lengkap ada dalam buku GIRINDRA:Pararaja
Tumapel Majapahit karya Siwi Sang]
Girindrawardhana dyah Wijayakarana
bertahta sebagai maharaja Majapahit menggantikan pamannya, Singawikramawardhana
Dyah Suraprabhawa, mulai tahun 1478M-1486M.
Berdasarkan penelitian Sejarawati
Nia Kurnia Sholihat Irfan, Girindrawardhana dyah Wijayakarana wafat sekitar
tahun 1486M lalu digantikan adiknya dyah Wijayakusuma [putra Sang Sinagara
nomer 3], tapi hanya bertahta beberapa bulan lalu digantikan oleh Girindrawardhana
dyah Ranawijaya [putra Sang Sinagara nomer 4 atau pamungsu].
Pada masa pemerintahan
Girindrawardhana dyah Ranawijaya, keluar prasasti bernama Prasasti Petak atau
Prasasti Kembangsore bertarikh 1486M.
Dinamakan Prasasti Petak karena
berisi anugerah sima perdikan desa Petak. Sedang dinamakan Prasasti Kembangsore
karena berdasarkan temuan pertama di desa Kembangsore.
Prasasti Petak 1486M dikeluarkan
untuk menguatkan atau meneguhkan kembali anugerah tanah pradesa Petak yang
sebelumnya diberikan oleh Bhatara Prabu Sang Mokta ring Mahawisesalaya dan Sang
Mokta ring mahalayabuwana kepada Sri Brahmaraja Ganggadara.
Peneguhan anugerah yang dilakukan
maharaja Girindrawardhana dyah Ranawijaya merupakan pencatatan anugerah ke batu
prasasti.
Pada waktu itu Sri Maharaja
didampingi seorang mahapatih bernama Mpu Thahan.
Dua tokoh yang sebelumnya memberi anugerah
kepada sri Brahmaraja Ganggadara adalah kakak kandung Girindrawardhana Dyah
Ranawijaya.
Sebagaimana disebutkan dalam
prasasti, penganugerahan tanah Pradesa petak merupakan balas jasa pihak istana
Majapahit kepada Sang Brahmaraja Ganggadara yang sebelumnya berjuang membantu
kejayaan Sang Munggwing Jinggan dalam pertempuran melawan pihak Majapahit
[empat putra Sang Sinagara melawan maharaja Majapahit Singawikramawardhana dyah
Suraprabhawa].
Siapa Sang Munggwing Jinggan itu?
Karena penyerbuan ke istana Majapahit pada tahun 1478M dipimpin sang putra
mahkota Sang Sinagara, maka tokoh bergelar Sang Munggwing Jinggan atau ‘Yang
bersemayam di Jinggan’ merujuk pada Bhre Kahuripan Wijaya Parakrama Dyah
Samarawijaya, kakak sulung Dyah Ranawijaya.
Berikut ini transkrip dan
terjemahan Prasasti Petak [Kembangsore] 1486M menurut Muhammad Yamin dalam buku
Tatanegara Madjapahit, Parwa 1-2, yayasan Prapantja, Jakarta, 1962.
''//O//swasti cri cakawarsatita 1408
dyesta masa, titi dacami cukla ma pa ra wuru tolu, aicanyastha grahanacara,
citraksatra, twasta dewata kanya raci.
Irika diwaca cri bhatara prabhu
girindrawardhana, garbhopatinama dyah ranawijaya, wuddopadeca, hniring de
rakryan patih pu thahan, hamagehaken sungsungira bhatara prabhu sang mokta ring
mahawicecalaya mwang sang mokteng mahalayabhawana samasung ganjaraning cri
brahmaraja ganggadara, decakalanya ring ptak sahampihanyengembu salbak wukir
sakendeng sengkernya saprakaraning bhuktinja cri brahmaraja muktiha tke Santana
pratisantana,
yananaha paksabhumi salwiraning
janmanya marihabhumi, cri brahmarajatah pramanamuktiha, kararaning sinung
ganjaran hamrih kadigwijayanira sang munggwing jinggan duk ayun ayun ayunan
yudha lawaning majapait.
[irika cri bra] hma [raja
ganggadara] maring ptek sumanggala pura ngaranya, dening kawewnanganing deca ha
nuta ring saka wewnanganira cri brahmaraja, acandrarkasthayi,
astabhogatajaswamnya, luputa saprakara, wnanga sakalwiranya, mwah yanana
mangrudgha sarasa ning andika
pala supracasti, sakalwiran ing
janmanya, makadi sang anagata prabhu, dadya bhasmikretayatad ahning kaala
kalibhuta picacadi tumpur bhrasta sahananya, astu, am. //O//''
TERJEMAHANNYA:
'' //O// Selamatlah! Pada tahun saka
1408, pada hari komariah yang kesepuluh ketika perduaan bulan djesta sedang
naik pada hari pecan Majawulu Minggu paing sedangkan bintang tetap bertempat di
tenggara gugusan bulan citra dewata twastr tanda resi perawan.
Ketika itu sri batara prabhu
Girindrawardhana dyah Ranawijaya, yang mahir dalam ajaran agama Buda,
diiringkan rakryan apatih Pu Thahan, meneguhkan anugerah yang telah dikeluarkan
batara prabhu sang mokta ring mahawisesalaya dan sang mokteng ring
mahalayabhuwana, dimana mereka berdua telah menganugerahkan atau memberi
ganjaran tanah pradesa di Petak berikut lembah dan bukitnya kepada sri brahmaraja
Ganggadara, dan segala pengluasan dan pembatasan dan berbagai hasil, hanyalah
sri brahmaraja yang diperkenankan memetik hasilnya sampai ke anak cucunya
turun-temurun. Yang menyebabkan sri brahmaraja mendapat anugerah itu ialah
karena ia berusaha keras mendukung kejayaan dan kemenangan sang munggwing
jinggan [yang bersemayam di Jinggan] ketika terombang-ambing masa kemelut
perang melawan Majapahit.
Ketika itu sri brahmaraja pergi ke
Petak yang merupakan tempat persembahan dengan tanda paling baik. Segala hak
desa itu menjadi milik sri brahmaraja selama bulan dan matahari bersinar di
langit. Segala hak itu meliputi hawa napsu yang delapan ragam, tedjaswanya,
dengan mengalami segala macam hak perdikan dan segala macam wewenang.
Selanjutnya barang siapa melanggar
isi perintah Sebagaimana yang termuat dalam prasasti, siapapun mereka, terutama
segala raja-raja yang akan datang, mereka akan hancur lebur menjadi abu dan
akan menjadi makanan setan laku-laki dan perempuan, juga bagi buta dan picasa.
Habis dan rusak binasalah mereka bersama seluruh kepunyaannya. Demikianlah
hendaknya. Amien //O//''
Penulis SIWI SANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar