Kamis, 23 April 2020

PRASASTI SAGURAN EMPU SENDOK


~Menunggu Prasasti Sangguran alias Minto Stone kembali ke Indonesia dari penguasaan keluarga Lord Minto di Inggris, masih jauh panggang dari api.
Namun, Anda bisa membaca isi terjemahan dari arkeolog Dr Hasan Djafar ini, sambil bermimpi suatu saat prasasti itu kembali.
Hasan membaca dan menerjemahkan salinan isi prasasti yang tersimpan di Instituut Kern, Rijksuniversite it Leiden, Belanda, pada tahun 1984-1985 di bawah pengawasan arkeolog Belanda, JG de Casparis.
Hasan membaca dan menerjemahkan ulang Prasasti Sangguran, kemudian membandingkan dengan hasil penerjemahan yang dilakukan para sejarawan sebelumnya.
Sejarawan yang hasil penerjemahannya menjadi bahan perbandingan Hasan adalah JLA Brandes dalam buku Old Javansche Oorkonde (Prasasti Jawa Kuno) yang terbit tahun 1913, kemudian H Kern, NJ Krom, LC Damais dan HB Sarkar.
Hasan mengatakan bahwa prasasti itu memiliki tinggi sekitar 160 cm. Prasasti itu memiliki 2 sisi, sisi depan (recto), belakang (verso) dan samping kiri. Bagian recto ada 38 baris, bagian verso ada 45 baris dan sisi kiri ada 15 baris.
Tak semua huruf Jawa kuno itu bisa dibaca karena ada beberapa bagian prasasti yang rusak.
Dalam menerjemahkan, Hasan banyak memberikan catatan kaki untuk menjelaskan satu kata Jawa kuno, namun catatan kaki itu tak akan disertakan dan dijelaskan di sini. Bagian yang kosong (...) menandakan bahwa huruf tak bisa dibaca.


Berikut isi terjemahannya :
BAGIAN DEPAN (RECTO)
--------------- --------------- -------
 o. Semoga tidak ada rintangan! Semoga sejahtera di seluruh jagat, (dan) semoga semuanya berbuat kebajikan!. ... Semoga leburlah segala dosa, (dan) semoga berbahagialah di seluruh tempat di bumi ini!
  
   Selamat! Tahun Saka telah berlalu, 850, pada bulan Syrawana, tanggal 14 paruh-terang, hari Wurukung-Kaliwo n-Sabtu, ketika naksatra: hasta, dewata: Wisnu, yoga: Sobhagya
 Ketika itulah saatnya perintah Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamot tungga diterima oleh Rakryan Mapatih i Hino Pu Si ndok Sri Isanawikrama, diturunkan kepada kedua Samgat Momahumah (yang terdiri dari) Samgat Madander: Pu Padma, Samgat Anggehan: Pu Kundala. Memerintahkan agar desa Sangguran (yang termasuk dalam) watak Waharu, melaksanakan pungutan penghasilan sebesar 6 suwarna emas, sebagai pemasukan untuk Punta di Mananjung yang bernama Dang Acaryya... ... dari Sepet Dapu Jambang, dari Kisik Dapu Bahairawa, Wasya, Luking, Bhanda, (dari) Tamblang,..., (dari) Wiger Dapu Sat.... ... untuk Bhatara (yang bersemayam) di bangunan suci peribadatan di daerah perdikan para pandai di Mananjung, untuk digunakan.....memelihara.. .dan membiayai berbagai keperluan bangunan suci pendharmaan tempat Siwa bersemayam, dan empat macam pemujaan untuk Bhatara setiap hari. Demikianlah nazar Sri Maha-raja dan Rakryan Mapatih pada waktu itu terhadap perdikan di Sangguran yang dipersembahkan untuk Bhatara yang bersemayam di bangunan suci kebaktian di daerah perdikan para pandai di Mananjung. (Daerah perdikan) di Waharu (tersebut) kedudukannya menjadi daerah swatantra, yang tidak boleh dimasuki oleh patih, wahuta, dan semua abdi dalem raja sejak dahulu, misra para misra, wuluwulu prakara, pangurang, kring, padam, manimpiki, paranakan, limus galuh, pangaruhan, taji, watu tajam, halu warak, rakadut, pinilai, katanggaran, tapa haji, air haji, malandang, lewa leblah, kelangkang, kutak, tangkil, trepan, salwit, tuha dagang, juru gusali, tuha namwi, tuhan unjaman, tuhan judi, juru jalir, pamanikan, misra hino, wli hapu, wli hadung, wli tambang, wli panjut, wli hareng, pawisar, palamak,. pakalangkang, urutan, dampulan, tpung kawung, sungsung, pangurang, pasuk alas, payungan, sipat wilut panginangin, pamawasya, pulung pa. di, skar tahun, panrangan, panusuh, hopan, sambal sumbul, hulun haji, pamresi, watak i jro, semuanya itu tidak diperkenankan memasuki desa perdikan di Sangguran. Hanyalah Bhatara yang bersemayam di bangunan suci peribadatan di daerah perdikan Mananjung. Demikianlah batasan bagi para abdi dalem raja semua.

 Demikian pula yang berkenaan dengan denda segala tindah pidana (sukha duhkha) seperti bunga pinang yang tidak menjadi buah, waluh yang menjalar di halaman, kematian (yang menyebabkan) mayat terkena embun (wipati wangkai kabunan), darah tersebar di jalan, berkata sembarangan, menjilat air ludah, hidu kasirat, ringan tangan, mengeluarkan ujung kikir, mengamuk, denda tambahan (ludan tutan), denda bagi hukuman yang tidak adil (danda-kudanda) , bhandihaladi. Bhatara yang bersemayam di bangunan suci peribadatan itulah yang berhak atas perbendaharaan raja tersebut. Selanjutnya juga misra, manambul, manangwring, mencelup kain dengan warna merah, membuat bumbu (boreh), membuat tarub (tenda) membuat tali, mencelup dengan mengkudu, membuat gula, membuat gerabah, membuat kapur sirih, membubut, membuat minyak jarak, membuat keranjang, payung wlu, mengerjakan upih (wadah tahan air dari kelopak daun sejenis palem), mencelup, membuat kisi, menangkap ikan dengan tawang, menangkap ikan dengan tangkeb, menjerat burung, (dan) menjerat (binatang)"
Semua pungutan itu dibagi tiga, sebagian diserahkan untuk Bhatara, sebagian untuk penjaga sima (dan) sebagian (lagi) untuk para petugas Adapun untuk para pedagang, ada batas jumlah yang tidak dikenai pungutan, (yaitu) tiga tuhaan untuk tiap usaha perdagangan dalam satu sima.

 Bagi pedagang kerbau 40 (ekor), (pedagang) kambing 80 (ekor), (pedagang) telur satu bakul, mangulangan tiga pasang, pembuat perhiasan (dari logam) tiga pelandas, perbengkelan logam satu ububan, pembuat gendang tiga perangkat...,.. .bambu setiap tuhan, pembuat kain cadar empat pacadaran, 1 perahu (dengan) 3 sunghar tanpa perahu tunda. Apabila dagangannya itu dipikul seperti.. yang diangkut, bumbu-bumbuan, kapas, mengkudu, besi, tembaga, kuningan, bisa, pangat pamaja, wayang, minyak, beras, batu permata, kasumba (dan) segala jenis barang dagangan yang dipikul untuk wantal yang kelima pada setiap tuhaan dalam sima tidak dikenai (pungutan) oleh sang mangilala drawya haji. Walaupun demikian, (mereka) harus menjaga prasasti ini. Apabila ada kelebihan daripada yang telah ditetapkan, (maka) kelebihannya itu dapat diambil oleh sang mangilala

 (drawya haji). Pada saat ini Punta Mananjung memberikan hadiah persembahan kepada Sri Maharaja 1 kati perak (dan) kain wdihan tapis 1 pasang. Rakryan Mapatih i Hino Sri Isanawikrama menerima hadiah 1 kati perak dan kain wdihan tapis 1 pasang. Rakai Sirikan Pu Amarendra (menerima) ... Kedua samgat momahomah (yaitu) madander dan anggehan, diberi hadiah masing-masing 5 kati (dan) 1 wdihan 1 pasang. Tiruan (yaitu) Dapunta Taritip, amrati Hawang (yaitu) Wicaksana, puluwatu (yaitu) Pandamuan, halaran Pu Gunottama, manghuri Pu Manguwil, wadihati. Pu Dinakara, ... masing-masing diberi hadiah 1 dharana (dan) 5 masa perak (dan) kain 1 pasang. Waharu (dari) Kalang (yaitu) Pu Wariga diberi. hadiah... perak (dan) kain 1 pasang, samgat Anakbi (diberi hadiah) 7 dharapa 8 masa (perak) (dan) kain 1 helai, sang tuhan dari Waharu diberi hadiah 8 dharana perak, ... tuhan dari Wadihati (yaitu) Pu Miramirah...San g Saddhya..., tuhan dari makudur.. ...(pangurang) dari wadihati (yaitu) Sang Rawungu, manunggu (dari) Sang Howangsa, pangurang dari makudur Sang Rakwel, manunggu (dari) Akulumpang ...perak, hadiah kain wdihan...



BAGIAN BELAKANG (VERSO)
--------------- --------------- ---------------
mulai dari versi ini baris satu sampai dengan tiga tidak bisa di baca
 .. masing-masing diberi hadiah 1 masa (perak dan) kain wdihan 1 yugala. Semua sang tughan dari pakaranan (bersama) juru kanayakan
. dari hino, samgat Gunungan (yaitu) Pu Buntut, juru wadwa rarai (yaitu) Sang Raguyu, juru kalula (yaitu) Pu Wali, kanda muhi (yaitu) Sang Gasta, parujar dari sirikan Hujunggaluh, (parujar) dari wka (yaitu) Wiridih, (parujar) dari kenuruhan (yaitu) Sa(ng Ro)kat, (parujar( dari Sda (yaitu)
Sang Wipala (parujar) dari Wawang (yaitu) Sang...lang, (parujar) dari madander (yaitu) Sang Cakraryya, anggehan san han dari Tiruan (yaitu) Sumudan dapunta Sanggama, (parujar) dari Hujung (yaitu) Sang Pawadukan, semuanya diberi hadiah 4 dharana 8 masa perak. Juru tulis dari Hino semuanya (diberi hadiah) 2 dharana 8 masa perak. Kedua patih (yaitu) Sang Kulumpang dari Wasah dan Sang Rakawil dari Kuci masing-masing menerima hadiah 1 dharana 4 masa (perak).

 Parujar yang mengurusi hyang paskaran masing-masing menerima hadiah...perak. Para pembantu makudur dalam upacara tersebut (yaitu) Sang Tama,. ... Sang Ngastuti, Sang Bala, pembantu dari tapahaji (yaitu) Sang Pacintan, masing-masing diberi hadiah 1 dharana (perak dan) kain wdihan 1 pasang Patih dari kanuruhan...patih dari Hujung (yaitu) Sang Kahyunan, patih Waharu (yaitu) Sang Nila, patih dari Tugaran (yaitu) Sang...mala, patih samgat dari Waharu (yaitu) Sang Gambo, patih pangkur Sang Mangga (dan) Sang Rangga diberi hadiah 1 dharana (perak dan) kain wdi han masing-masing 1 helai. patih Lama...(yaitu) Sang Prasama diberi hadiah 8 masa (perak dan) kain wdihan 1 helai, parujar patih (yaitu) si Manohara (diberi) hadiah 1 dharana (perak dan) kain wdihan 1 pasang. Parujar patih dari ka nuruhan (yaitu) si Ja...(dan) si Rambet, parujar patih dari Waharu (yaitu) si Uwal, si Tanjak (dan) si Caca, masing-masing (diberi) hadiah 8 masa perak (dan) kain wdihan 1 helai. Wahuta dari Waharu si Ba-lu...si Kendul tuha kalang, diberi hadiah masing-masing 1 dharana (perak dan) kain wdihan 1 pasang. Pilunggah (yaitu) si Raji (dan) si Wantan semuanya menerima (hadiah) kain wdihan 1 pasang masing-masing. Para rama dari desa perbatasan yang ikut sebagai saksi pada peresmian sima (yaitu) dari Tugaran, gusti (yaitu) si Laksita, tuha kalang (yaitu) si Yoga, diberi hadiah masing masing 8 masa perak (dan) kain wdihan 1 pasang. (Para rama) dari Kajatan dan Pacangkuan (yaitu) si Sura, dari Kdik (yaitu) si Paha(ng), (dari) Bungkalingan (yaitu) si Tinjo, (daro) Kapatihan (yaitu) si Pingul dari Da...(yaitu) si Tambas, masing-masing diberi hadiah 3 masa perak. Patih dari Wungawunga (diberi hadiah)...masa perak...dari Papanahan, winkas (yaitu) si Mangjawat, dari...si Kandi, dari Tampur si Dederan diberi hadiah masing-masing.. .masa perak. Si Mak, si Kesek, si Wudalu, si Kudi,... si Luluk, diberi hadiah 4 masa perak (dan) kain wdihan 1 helai masing-masing. Awakal (yaitu) si Lulut, si Sat, si Hireng, diberi hadiah kain wdihan masing-masing 2 helai. (Pemain) wayang (yaitu) si Rahina (diberi hadiah) 4 masa perak (dan) kain wdihan 1 pasang. Sang Bodhi (dan) Sang Margga di beri kain wdihan masing-masing 1 pasang. Setelah selesai memberikan hadiah (uang perak) dan kain wdihan kepada mereka semua, persajian yang disiapkan oleh sang Makudur diletakkan di bawah witana.

 Laksana seorang wiku (sang makudur) mempersembahkan air suci (dan) mentahbiskan susuk dan kalumpang, (kemudian) berdirilah sang makudur memberi hormat kepada sang hyang yeas yang terletak di bawah witana, (lemudian) mengatur langkah menuju ke arah sang hyang te as (dan) menutup(nya) dengan sepasang kain wdihan yang yang diikuti oleh sang wadihati. Mulailah sang makudur memegang (ayam dan) memotong leher ayam berlandaskan kulumpang, (dan kemudian) membanting telur ke atas batu sima (sambil) mengucapkan sumpah-serapah seperti diucapkan sejak dahulu, agar watu sima tetap kokoh berdiri. 

Demikianlah ucapannya: "Berbahagualah hendaknya Engkau semua Hyang Waprakeswara, maharesi Agasti (yang menguasai)
 timur, selatan, barat, utara, tengah, zenit dan nadir, matahari, bulan, bumi, air, angin, api pemakan korban, angkasa pencipta korban, hukum, siang, malam, sen ja, (dan) hati; yaksa, raksasa, pisaca, preta, asura, Garuda, gadharwwa, keempat lokapala, Yama, Waruna, Kuwera, Wasawa, dan putra-putra dewata, panca kusika, Nandiswara, Mahakala, Sadwinayaka, raja naga, dewi Durga, catur-asrama, Ananta, Sura-Indra [= raja para dewa], hyang Kala-Mretyu [= dewa-dewa Waktu dan Kematian] Gana, bhuta, (dan) Engkau yang dikenal sebagai pelindung kedaton Sri Maharaja di Mdang di Bhumi Mataram! engkau yang berinkarnasi memasuki segala badan, Engkau yang dapat melihat jauh dan dekat pada waktu siang dan malam, dengarkanlah ucapan kutukan sumpah-serapah kami oleh Engkau para hyang semua! Jika ada orang jahat yang tidak mematuhi dan tidak menjaga kutukan yang telah diucapkan oleh sang wahuta hhyang kudur, (apakah ia) bangsawan (atau) abdi, tua (atau) muda, laki-laki (atau) perempuan, wiku (atau) orang rumah tangga, dan patuih, wahuta, raama, siapapun yang merusak (kedudukan) desa Sangguran yang telah diberikan sebagai sima kepada punta di Mana njung, untuk (kepentingan) Bhatara (yang bersemayam) di bangunan suci peribadatan di daerah perdikan para pandai, sampai ke akhir zaman, hancur leburlah!

 Demikian pula jika ada orang yang mencabut sang hyang watu siima, maka ia akan terkena karmanya, bunuhlah olehmu Hyang, ia harus dibunuh, agar tidak dapat melihat ke samping, dibenturkan dari depan, dari sisi kiri, pangkas mulutnya, belah kepalanya, sobek perutnya, renggut ususnya, keluarkan jeroannya, keduk hatinya, makan dagingnya, minum darahnya, lalu laksanakan (dan) akhirnya, habiskanlah jiwanya. Jika berjalan di hutan (akan) dimakan harimau, akan dipatuk ular, (akan) diputar-putarka n oleh Dewamanyu (Dewa Kemurkaan atau Dewa Kemarahan-red), jika berjalan di tegalan akan disambar petir, disobek-sobek oleh raksasa. Dimakan oleh...Dengarka nlah olehmu (para) Hyang, (hyang) Kusiika, Garga, Metri, Kurusya, Patanjala, penjaga mata angin di utara, penjaga mata angin di selatan, penjaga mata angin di selatan, penjaga mata angin di barat (dan) timur lemparkan ke angkasa, cabik-cabik sampai hancur oleh hyang semua, jatuhkan di samudera luas, tenggelamkan di bendungan, tangkap oleh sang Kalamrtyu, cabik-cabik oleh tangiran, (dan) disambar buaya.

 Begitulah matinya orang yang jahat, melebur (kedudukan) desa perdikan di Sangguran. Malapetaka dari dewataagrastaa. . ...pulangkan ke neraka, dan jatuhnya di negaraka mahaarorawa, digodok oleh pasukan Yama, dipukuli oleh sang Kingkara. Tujuh kali akan dirusak oleh (arca)...sang. Lara Sajiiwakaala. Setiap jenis kejahatan hasilnya adalah penderitaan. Jika dilahirkan kembali (akan menjadi) hilang pikirannya. 

Begitulah. nasibnya orang yang merusak sima di Sangguran. Setelah sang makudur selesai melaksanakan pentahbisan tersebut hadirin semua duduk di dekat batu sima sesuai dengan tatacara Semua patih, wahuta, rama kabayan dan rama dari perbatasan, orang-orang tua dan muda, laki-laki dan perempuan, baik dari golongan rendah, menengah maupun tinggi tak ada yang tertinggal ikut makan bersama pada selamat tersebut. Telah tersaji nasi dalam dandang dengan senduknya, rebusan, makanan ringan, makanan dari tepung yang dipanggang, rum. bah dan rebusan tetis bertumpuk,...(i kan) asin,...(ikan) bilunglung, ...(ikan) kandiwas,..., udang kayan, (ikan) layar, (kkan) tangkapan jaring,. pindang atatmipihan (?), sayur puindang,...mak anlah mereka semuanya, seperti...minum sidhu, (minum) cinca, minum (kila(ng),. ...masing-masin g tiga, ditambah makanan (berupa)...dodo l, semuanya...bung a.... ...semua...Sri Maharaja dan Rakryan...untuk menambah...

BAGIAN SISI KIRI
--------------- ------------
1. (Pertunjukan) rawanahasta telah melengkapinya.
2. ...(para) lekan duduk...dan berapa pun
3. ...makanan dihidangkan...
4. ...dihidangkan. ..
5. Berakhirlah mereka semua...
6. ...bersuka-cita lah dengan bergantinya
7. desa Sangguran menjadi perdikan untuk punta di Mananjung
8. bersama penduduknya karena telah ditetapkan (menjadi perdikan)
9. ... diberi wewenang untuk...
10. ...si Luhut, si Spat, si Hira, semuanya
11. mempertunjukan keunggulannya sebagai
12. (pemain) wayang (dengan ceritera) bernama...
13. Demikianlah adat daripada (upacara) penetapan sima di
14. Sangguran. Telah selesailah, ditulis (oleh)
15. juru-tulis Hino, Laksana.
* * * *


--------------- --------------- --------------
• Gambar hanya ilustrasi
  
Aspek Sosial, Politik, Budaya serta Aspek Kesejarahan dalam Prasasti Sangguran

  Prasasti Sangguran merupakan salah satu prasasti peninggalan kerajaan Mataram Kunoyang paling penting.Prasasti ini mengandung berbagai aspek sosial, politik dan sejarah yangsangat berharga guna penulisan sejarah Indonesia.Berdasarkan data prasasti Sangguran dan juga prasasti-prasasti dari kerajaan Mataramlainnya, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat kerajaan Mataram pada periode tersebutmenganut agama Hindu Siwa.Hal ini ditandai dengan bagian
mangala yang ditujukan kepadadewa Siwa.Sebagai bentuk kesadaran beragama tesebut maka munculah ketetapan pembebasan pajak terhadap daerah-daerah yang dijadikan tempat suci keagamaan.Prosesi-prosesi keagamaanini kemudian diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara keagamaan sebagai bentuk tindakan budaya yang bernuansa religius.Selain aspek keagamaan, dari prasasti Sangguran kita juga dapat menyimpulkan bahwakerajaan Mataram Kuno telah memiliki sistem perekonomian yang baik.Hal ini terlihat dariadanya penarikan pajak (
drawya haji
) terhadap tanah-tanah di wilayah kerajaan kecuali padadaerah-daerah perdikan (sima).

Selain pajak pada masa kerajaan Mataram Kuno juga dikenalkegiatan kerja bakti untuk kerajaan.Berdasarkan data-data pada prasasti lain diketahui bahwa pemerintah pusat telah pula memiliki inventarisasi mengenai pengenaan pajak di wilayahkerajaannya (Boechari, 2012: 190).Dilihat dari sisi sejarah politik, prasasti Sangguran merupakan tinggalan yang sangat penting dari kerajaan Mataram.Prasasti ini merupakan prasasti terakhir kerajaan Mataram ketika pusat pemerintahannya masih berpusat di Medang (Jawa Tengah) sebelum dipindahkan keTamlewang (Jawa Timur).Berdasarkan data prasasti, diketahui bahwa raja yang memerintah adalah

Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga
 yang merupakan raja terakhirKerajaanMedang
 periode Jawa Tengah
 (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno) (memerintah sekitartahun928– 929).Dyah Wawa naik takhta menggantikanDyah Tulodhong. Nama Rakai Sumbatercatat dalam prasasti Culanggi tanggal7 Maret 927, menjabat menjabat sebagai Sang PamgatMomahumah, yaitu semacam pegawai pengadilan. Selain bergelar Rakai Sumba, Dyah Wawa juga bergelar
 Rakai Pangkaja

.Dalam prasasti Wulakan tanggal14 Februari928, Dyah Wawa mengaku sebagai
anak Kryan Landheyan sang Lumah ri Alas
 (putra Kryan Landheyan yang dimakamkan di hutan).


 Nama ayahnya ini mirip dengan Rakryan Landhayan, yaitu iparRakai Kayuwangiyangmelakukan penculikan dalam peristiwa Wuatan Tija.Saudara perempuan Rakryan Landhayanyang menjadi istri Rakai Kayuwangi bernama Rakryan Manak, yang melahirkan DyahBhumijaya. Ibu dan anak itu suatu hari diculik Rakryan Landhayan, namun keduanya berhasilmeloloskan diri di desa Tangar. Anehnya, Rakryan Manak memilih bunuh diri di desa Taas,sedangkan Dyah Bhumijaya ditemukan para pemuka desa Wuatan Tija dan diantarkan pulang kehadapan Rakai Kayuwangi.Makam Rakryan Landhayan sang pelaku penculikan diberitakan terdapat di tengah hutan.Mungkin ia akhirnya tertangkap oleh tentara Medang dan dibunuh di dalam hutan. Peristiwatersebut terjadi tahun880. Mungkin saat itu Dyah Wawa masih kecil. Jadi, Dyah Wawamerupakan sepupu dari Dyah Bhumijaya, putra Rakai Kayuwangi (raja Medang 856– 890-an)

.Dengan demikian, Dyah Wawa tidak memiliki hak atas takhta Dyah Tulodhong. SejarawanBoechari berpendapat bahwa Dyah Wawa melakukankudetamerebut takhtaKerajaanMedangKemungkinan besar kudeta yang dilakukan oleh Dyah Wawa mendapat bantuan dariMpu Sindok , yang naik pangkat menjadi
 Rakryan Mapatih Hino
. Sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan Dyah Tulodhong, Mpu Sindok menjabat sebagai
 Rakryan Halu
, sedangkan RakaiHino dijabat oleh Mpu Ketuwijaya.Peninggalan sejarah Dyah Wawa berupa prasasti Sangguran tanggal2 Agustus 928 tentang penetapan desa Sangguran sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak) agar penduduknya ikutserta merawat bangunan suci di daerah Kajurugusalyan.Raja sesudah Dyah Wawa adalahMpuSindok  yang membangun istanaKerajaan Medang  baru di daerah Tamwlang, dan kemudiandipindahkan ke Watugaluh. Kedua tempat tersebut saat ini masuk wilayahJawa Timur . MpuSindok mengaku bahwa Kerajaan Medang di Watugaluh adalah kelanjutan dari KerajaanMedang di Bhumi Mataram.Perpindahan istana Medang dari Mataram menuju Tamwlang menurut teori vanBammelen terjadi karena letusanGunung Merapi yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncakMerapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yangantara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh.Letusan GunungMerapi tersebut disertai gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu. Konon,istana Kerajaan Medang di Mataram (dekatYogyakarta sekarang) sampai mengalamikehancuran akibat bencana alam tersebut.Sejarawan Boechari berpendapat bahwa bencana alam
Gunung Merapi tersebut terjadi sebagai hukuman Tuhan atas perebutan takhta yang sering terjadidi antara keluarga Kerajaan Medang sejak zaman pemerintahan Rakai Pikatan.Prasasti tertua atasnama Mpu Sindok yang sudah ditemukan ditulis tahun929, sedangkan prasasti Dyah Wawaditulis tahun 928. Perpindahan istana Kerajaan Medang dari Jawa Tengah menuju Jawa Timurdipastikan terjadi pada salah satu tahun tersebut(Soemadio, 1984).

 Prasasti 
. Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia
Djafar, Hasan. 2010. ‘’Prasasti Sangguran (Minto Stone) Tahun 850 Saka (=2 Agustus 928)’’ dalam
 Sembilan
 Windu
 Prof.Edi Sedyawati: Pentas Ilmu di Ranah Budaya
.Jakarta: Universitas Indonesia
Laksmi, Ni Ketut Puji Astiti. 2010 .’’Tindak Kekerasan Terhadap Wanita (KajianBerdasarkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar