Prasasti ini di keluarkan pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah
balitung pada masa Mataram i poh pitu berselang satu tahun Prasasti
rongkab di keluarkan prasasti yang bertarih tahun 823 saka, sedangkan prasasti
yang di temukan di filiphina bertarih tahun 822 saka dan Rakai Watukura Dyah
balitung memerintah pada
tahun 898 – 910 M.
Pada tahun 1989 telah ditemukan sebuah
prasasti beraksara kawi (Jawa kuna) di Filiphina. Kemudian praasti ini oleh
para ahli dinamakan sebagai prasasti laguna. Prasasti ini dibuat pada tahun 900
M sesuai dengan yang tertera pada isi prasasti (822 saka). Prasasti ini
sekaligus membuktikan bahwa Filiphina memiliki sejarah dan peradaban jauh
sebelum Spanyol menjajah Filiphina.
Pada dekade-dekade sebelumnya, terdapat
propaganda yang disebar pemerintah Filiphina dan dipercaya oleh dunia yang
menyatakan bahwa sejarah dan peradaban awal filiphina dimulai secara signifikan
sejak kedatangan para conquistador dan misionaris Spanyol ke kepulauan yang
kemudian dinamai Philiphina sesuai nama raja agung spanyol, Philiph. Benarkah
demikian??
Sejarawan Filiphina mulai menolak pendapat
tersebut sejak ditemukannya prasasti laguna dan mulai menghubungkan sejarah
negeri mereka dengan Medang (Mataram Kuna). Satu cuplikan isi prasasti tersebut
berbunyi, “ Sang Tuan yang terhormat dari binwangan mengakui semua kerabat
Namwaran yang masih hidup dan yang telah diklaim penguasa dewata, yang diwakili
oleh sang penguasa Medang “.
Prasasti ini menurut sejarawan Filiphina
merupakan bukti bahwa sejak dahulu daerah kepulauan filiphina sudah memiliki
peradaban dan ada dalam pengaruh Medang. Bahasa yang digunakan dalam prasasti
ini menurut para ahli sejarah filiphina adalah bahasa campur aduk dengan unsur
Jawa kuna, Melayu kuna dan ada unsur sansekerta bahkan bahasa tagalog lokal di
dalamnya. Prasasti ini bisa menjadi petunjuk tentang bahasa persatuan nusantara
di era abad ke 7-9 masehi era Medang.
Isi prasasti
Swasti Shaka warsatita 822 Waisaka masa
di(ng) jyotisa. Caturthi Krisnapaksa somawara sana tatkala Dayang Angkatan
lawan dengan nya sanak barngaran si Bukah anak da dang Hwan Namwaran dibari
waradana wi shuddhapattra ulih sang pamegat senapati diTundun barja(di) dang
Hwan Nayaka tuhanPailah Jayadewa.
Di krama dang Hwan Namwaran dengan dang
kayastha shuddha nu diparlappas hutang da walenda Kati 1 Suwarna 8 di hadapan
dang Huwan Nayaka tuhan Puliran Kasumuran.
dang Hwan Nayaka tuhan Pailah barjadi
ganashakti. Dang Hwan Nayaka tuhanBinwangan barjadi bishruta tathapi sadana
sanak kapawaris ulih sang pamegat dewata [ba]rjadi sang pamegat Medang dari
bhaktinda diparhulun sang pamegat.
Ya makanya sadanya anak cucu dang Hwan
Namwaran shuddha ya kapawaris dihutang da dang Hwan Namwaran di sang pamegat
'Dewata.
Ini grang syat syapanta ha pashkat ding ari
kamudyan ada grang urang barujara welung lappas hutang da dang Hwa ...
Terjemahan
Om Swasti. Tahun Saka 822,
bulan Waisakha, menurut penanggalan. Hari keempat setelah bulan mati, Senin. Di
saat ini, Dayang Angkatan, dan saudaranya yang bernama si Bukah, anak-anak dari
Sang Tuan Namwaran, diberikan sebuah dokumen pengampunan penuh dari Sang
Pemegang Pimpinan di Tundun (Tondo sekarang), diwakili oleh Sang Tuan Nayaka
dari Pailah (Pila sekarang), Jayadewa.
Atas perintahnya, secara
tertulis, Sang Tuan Namwaran telah dimaafkan sepenuhnya dan dibebaskan dari
hutang-hutangnya sebanyak satu Katî dan delapan Suwarna di hadapan Sang Tuan
Puliran Kasumuran di bawah petunjuk dari Sang Tuan Nayaka di Pailah.
Oleh karena kesetiaannya
dalam berbakti, Sang Tuan (Yang Terhormat) yang termasyhur dari Binwangan
mengakui semua kerabat Namwaran yang masih hidup, yang telah diklaim oleh Sang
Penguasa Dewata, yang diwakili oleh Sang Penguasa Medang.oleh sebab itu seluruh
anak cucu Sang Tuan Namwaran sudah dimaafkan dari segala hutang Sang Tuan
Namwaran kepada Sang penguasa Dewata.
(Pernyataan) ini, dengan
demikian, menjelaskan kepada siapa pun setelahnya, bahwa jika pada masa depan
ada orang yang mengatakan belum bebas hutangnya Sang Tuan ...
Prasasti ini berisikan pernyataan pembebasan hutang emas
terhadap seseorang bernama Namwaran. Di dalamnya juga menyebutkan sejumlah nama
tempat di sekitar Filipina (Tondo, Pila, dan Pulilan), serta menyebut nama
"Mdang" (Mataram Kuna), serta beberapa tempat yang belum bisa
dipastikan seperti Dewata. Prasasti ini menjadi petunjuk mengenai adanya
pengaruh Kerajaan Medang di Pulau Luzon pada awal abad ke-10. Sekarang dokumen
ini tersimpan di Museum Nasional Filipina.
Wacana yang dapat ditarik dari sini adalah apakah benar
bahasa jawa kuna dan melayu kuna adalah dua hal yang beda atau malah bahasa
yang sama namun menjadi sedikit beda karena letak geografis dan perkembangan
budaya di masing-masih daerah yang terpisah laut??
Yang jelas ada sangat banyak kemiripan antara bahasa
jawa kuna dan melayu kuna yang menurut kami dapat diANALogikan dengan kasus
bahasa Jawa Tengah dan Jawa Timur di era modern ini. Bahasa yang digunakan di
dua daerah ini secara bentuk, lafal dan intonasi adalah cukup beda namun masih
dianggap sebagai variasi bahasa jawa secara umum dan penduduk di dua tempat itu
masih bisa mengerti saat diajak berbicara dengan variasi bahasa jawa yang beda.
Demikian halnya dengan kasus bahasa jawa kuna dan
melayu kuna. Keduanya secara virtual nampak agak beda namun sebenarnya sangat
mirip. Kedua bahasa ini tentu berasal dari bahasa yang sama dan memiliki banyak
varian lain di pulau pulau lain di nusantara yang mirip dengan kedua bahasa
tersebut. Mengingat luasnya nusantara yang terpisah-pisah oleh laut, penyebaran
bahasa kepulauan ini hanya mungkin terjadi dikarenakan dahulunya seluruh
kepulauan bersatu atau mungkin dipersatukan.
sumber:
-philiphine laguna inscription
-Paul Morrow’’s the laguna copperplate
inscription
- Philippine Studies: Historical and
Ethnographic Viewpoints is published by the Ateneo de Manila Universit
Luar biasa
BalasHapus